PALU – Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Koalisi Kawanua Pembela Kebenaran dan Pembela Keadilan melakukan aksi unjuk rasa atas dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap Steven Yohanes Kambey.
Aksi tersebut berlangsung di depan Kantor Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Jalan Samratulangi, Kota Palu, Rabu (19/2).
Massa aksi membawa poster sebagai bentuk protes terhadap proses hukum yang dinilai tidak sesuai dengan koridor hukum, sambil secara bergantian melakukan orasi.
Steven Yohanes Kambey (SYK) merupakan terdakwa kasus perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Istri terdakwa SYK, Margareta Wagey, mengatakan bahwa pihaknya merasa telah dikriminalisasi oleh Polda Sulteng, Kejaksaan, hingga Pengadilan Negeri.
Menurutnya, perkara tersebut sudah disidangkan pada 2023 dan mendapat putusan dakwaan batal demi hukum. Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak melakukan upaya hukum banding, tetapi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Dalam putusan MA, kasasi tidak dapat diterima dan telah berkekuatan hukum tetap. Namun, Margareta menyayangkan bahwa JPU kembali mengajukan dakwaan dengan berkas perkara yang sama. Padahal, tindakan hukum tersebut melanggar ketentuan Pasal 76 Ayat 1 KUHP dan Pasal 18 Ayat 5 UU HAM No. 39/1999, yang menyatakan bahwa setiap orang tidak boleh dituntut dua kali dalam perkara yang sama atas perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Margareta menegaskan, jika PN Palu tetap menyidangkan kembali SYK, maka PN Palu telah melanggar asas ne bis in idem, melanggar undang-undang, dan hak asasi manusia.
Menurut ibu empat anak ini, dugaan kriminalisasi terhadap suaminya dilakukan oleh pihak kepolisian. Ia menyebutkan bahwa peristiwa hukum terkait kegiatan pertambangan ilegal di lokasi IUP OP CV Selaras Maju, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, yang melibatkan PT Bintang Tenggara Mineral, PT Energi Alam Bungku, dan lainnya telah dilaporkan ke Polda Sulteng, tetapi belum ada tindak lanjut.
Dia menduga ada keterlibatan dua jenderal berinisial YS dan R yang menghendaki saham dari suaminya. Bukti rekaman video dan audio terkait hal tersebut sudah diperdengarkan di pengadilan pada sidang sebelumnya oleh pelapor Frans Salim Kalalo.
“Jadi, perusak hutan sebenarnya adalah PT Bintang Tenggara Mineral, PT Energi Alam Bungku, dan lainnya, bukan suami saya. Suami saya murni dikriminalisasi dan sudah dibuktikan di pengadilan, di mana masyarakat dan kepala desa Lalampu sebagai saksi tidak menyebut suami saya merusak hutan,” ujarnya.
Usai melakukan orasi, sebanyak tiga orang perwakilan keluarga diterima oleh Humas Pengadilan Negeri PHI/Tipikor/Palu, Saiful Brow, di ruang tunggu PTSP PN Palu untuk melakukan audiensi.
Ditemui usai audiensi, Saiful Brow menjelaskan bahwa pihaknya tidak menerima surat pemberitahuan aksi. Namun, pihaknya tetap berupaya menemui dan mendengarkan tuntutan keluarga terdakwa SYK.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Palu, Saiful menyatakan bahwa berdasarkan pelimpahan perkara dari penuntut umum, terdapat perkara yang teregister atas nama terdakwa Steven Yohanes Kambey dan Hisman.
Mereka didakwa dengan dakwaan kumulatif, yaitu primer Pasal 89 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan, Pemberantasan, dan Perusakan Hutan, serta Pasal 89 Ayat 1 Huruf b.
Terkait alasan persidangan kembali digelar, Saiful menjelaskan bahwa sesuai tugas dan fungsi pengadilan, pihaknya menerima, memeriksa, dan mengadili perkara. Mengenai mengapa persidangan dilakukan berulang kali, ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan penilaian dan kewenangan majelis hakim.
Usai melakukan aksi unjukrasa di Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, massa aksi lalu bergeser ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah dan menuntut Kajati agar menghentikan pelanggaran HAM terhadap SYK dengan mencabut dakwaan dan memeriksa oknum JPU yang mereka duga kongkalikong dengan pelaku kejahatan.
Reporter : IKRAM
Editor: NANANG