JAKARTA – Pasangan calon bupati dan wakil bupati Donggala nomor urut 5, Mohammad Yasin-Syafiah, resmi mengajukan permohonan pembatalan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Donggala Nomor 1423 Tahun 2024, tanggal 5 Desember 2024.

Dalam permohonan yang diajukan, Mohammad Yasin dan Syafiah mendalilkan adanya pelanggaran serius dalam proses pemilihan, yaitu berupa keberpihakan perangkat desa, praktik balas jasa pemberian sembako, serta politik uang.

Ketiga dugaan pelanggaran ini, menurut pemohon, menjadi penyebab utama selisih suara antara mereka dan pasangan calon nomor urut 3, Vera Elena Laruni-Taufik M. Burhan, yang dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 61.883 suara. Sementara, pasangan Yasin-Syafiah mendapatkan 50.040 suara.

Pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan pada Senin, (13/01), di Mahkamah Konstitusi (MK), Mohammad Fikri selaku kuasa hukum pemohon mengungkapkan temuan mereka terkait keberpihakan aparat desa yang mendukung pasangan nomor urut 3.

Fikri menyatakan, mereka menemukan bukti yang menunjukkan bahwa aparat desa di beberapa wilayah bertindak tidak netral dengan memberikan dukungan secara terbuka kepada pasangan calon nomor urut 3.

Fikri juga mengungkapkan adanya praktik balas jasa berupa pemberian paket sembako oleh pasangan nomor urut 3 kepada masyarakat sebelum penetapan peserta Pilbup Kabupaten Donggala.

“Pembagian sembako ini dilaporkan terjadi di empat kecamatan dan enam desa, yang meliputi Desa Mbuwu di Kecamatan Banawa Selatan, Desa Labuan Toposo, Desa Labuan Lumbubaka, Desa Labuan Salumbone di Kecamatan Labuan, Desa Wombo dan Desa Guntarano di Kecamatan Tanantovea, serta Kecamatan Banawa,” ungkap Fikri.

Tak hanya itu, pemohon juga mendalilkan adanya praktik politik uang yang dilakukan oleh tim kampanye, relawan, dan perorangan yang membagikan uang kepada pemilih di beberapa desa dan kelurahan.

Kata Fikri, uang yang dibagikan berkisar antara 100 ribu hingga 300 ribu rupiah per orang, dengan tujuan untuk mempengaruhi dukungan terhadap pasangan calon nomor urut 3.

Menurutnya, beberapa wilayah yang diduga menjadi lokasi praktik politik uang ini antara lain Kelurahan Kabonga Besar di Kecamatan Banawa, Desa Labuan Toposo di Kecamatan Labuan, serta beberapa desa di Kecamatan Sindue Tombusabora, Sindue, dan Tanantovea.

Dalam petitumnya, pihaknya meminta agar MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Donggala Nomor 1423 Tahun 2024, khususnya yang terkait dengan hasil pemilihan di desa-desa yang aparat pemerintah desanya diduga berpihak kepada pasangan calon nomor urut 3.

Pemohon juga meminta agar MK menetapkan hasil perolehan suara yang lebih adil, serta memerintahkan KPU Kabupaten Donggala untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di semua TPS di desa yang terdapat keberpihakan perangkat desa.

Sidang lanjutan perkara ini akan digelar kembali dengan agenda memeriksa lebih lanjut dugaan pelanggaran yang telah diajukan oleh pemohon. *