GARUT- ndonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia, menghadapi tantangan besar dari penyebaran informasi di berbagai platform digital. Tingginya konsumsi informasi tidak diimbangi dengan literasi digital yang memadai, menyebabkan masyarakat rentan terhadap gangguan informasi seperti berita bohong (hoaks).
Penelitian MIT pada 2018 bahkan menunjukkan bahwa hoaks menyebar enam kali lebih cepat dibandingkan fakta di media sosial, karena sifatnya yang mengejutkan dan menarik perhatian.
Generasi Z, sebagai digital natives, menjadi salah satu kelompok yang paling banyak terpapar hoaks. Mereka bahkan kerap menjadi agen penyebar berita bohong karena tingginya aktivitas di media sosial dan kurangnya kemampuan untuk memverifikasi kebenaran informasi.
“Kondisi ini memotivasi kami di Medialink dan Mafindo untuk menyasar komunitas kampus di Indonesia sebagai langkah strategis membangun agen-agen anti-hoaks,” ujar Ahmad Faisol, Direktur Eksekutif Medialink, saat acara di Universitas Garut.
Ahmad Faisol menyoroti lemahnya kesadaran akan perilaku bijak di media sosial di kalangan mahasiswa. Padahal, dengan literasi digital yang baik, mahasiswa memiliki potensi besar untuk memutus rantai penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah.
“Gangguan informasi yang masif ini tidak hanya merugikan secara sosial, tetapi juga menimbulkan dampak psikologis, seperti meningkatnya rasa curiga dan konflik antarkelompok,” jelasnya.
Kampus, sebagai pusat pendidikan dan pengembangan karakter, diharapkan dapat memainkan peran sebagai agent of change. Dengan meningkatkan literasi digital, mahasiswa dapat menjadi trendsetter yang memimpin gerakan melawan hoaks.
Ahmad Faisol juga menekankan perlunya memahami faktor sosial dan psikologis yang membuat Gen Z mudah terpapar hoaks, seperti kurangnya kemampuan memverifikasi informasi dan fenomena FOMO (Fear of Missing Out).
FOMO mendorong Gen Z untuk selalu mengikuti tren terkini, termasuk menyebarkan informasi tanpa memeriksa kebenarannya. Ditambah lagi, algoritma media sosial dan rasa skeptis terhadap otoritas semakin membuka celah bagi hoaks untuk menyebar.
Wakil Rektor III Universitas Garut, Iman Saifullah, mengakui bahwa masyarakat Garut juga menghadapi tantangan besar dalam menangkal hoaks, terutama saat momen krusial seperti pemilihan kepala daerah.
“Kami menghadapi kesulitan luar biasa, apalagi saat hoaks digunakan sebagai alat politik,” ujarnya. Oleh karena itu, pihak universitas menyambut baik kolaborasi dengan Medialink dan Mafindo untuk membangun komunitas kampus yang melek informasi.
“Gerakan seperti ini harus diperluas agar tercipta generasi muda yang kritis, bijak, dan mampu berkontribusi dalam menciptakan lingkungan informasi yang positif,” tambahnya.
Dengan kolaborasi lintas lembaga dan upaya kolektif dari komunitas kampus, diharapkan Indonesia dapat melahirkan generasi anti-hoaks yang menjadi pelopor dalam menghadang arus deras berita palsu di era digital.
Reporter : **/IKRAM