Kesombongan terkadang muncul begitu saja tanpa disadari, yang tidak berniat sombong bisa jadi sombong karena lingkungan yang mempengaruhi.
Sombong dalam Al Quran sudah jelas dan ada di banyak surat, salah satunya yaitu pada Q.S. Al Isra ayat 37 “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.“
Sifat sombong harus dihindari setiap muslim agar tidak saling menyakiti hati satu dengan yang lain.
Selain dalam ayat Al Quran, laknat untuk orang yang sombong juga dipertegas dengan hadits tentang sombong dan riya Rosulullah SAW, “Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabur atau sombong. (H.R. Bukhori)
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam karyanya Ihya ‘Ulumuddin’ menegaskan salah satu pemusnah sifat angkuh dan pembangkangan terhadap Allah adalah mendirikan shalat.
Oleh karenanya, penunaian shalat secara sempurna dapat memusnahkan ujub, ghurur, bahkan seluruh kemungkaran dan kekejian. “…Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar...” (al-Ankabuut:49)
Shalat dapat memberi dampak seperti itu jika dikerjakan dengan sempurna dengan rukun-rukun, sunnah-sunnahnya, serta merealisasikan adab-adab zahir maupun batin. Salah satu adab zahir shalat adalah mengerjakannya dengan anggota tubuh secara sempurna. Sementara adab batinnya adalah kekhusyuan.
Kekhusyuanlah yang dapat menjadikan shalat memiliki peran penting dalam penyucian jiwa dan berperangai.
Rasulullah SAW bersabda, “Ilmu yang pertama kali diangkat dari muka bumi adalah kekhusyuan.” (HR. ath-Thabrani dengan sanad hasan).
Allah juga menegaskan, bahwa kekhusyuan adalah ciri pertama orang-orang yang beruntung. “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya.” (al-mukminun: 1-2)
Diriwayatkan dari Basyar bin al-Harits dalam riwayat Abu Thalib al-Makki dari Sufyan ats-Tsauri, “Barangsiapa tidak khusyu maka shalatnya rusak.” Dan diriwayatkan dari al-Hasan, “Setiap shalat yang tidak disertai kehadiran hati, ia lebih cepat kepada hukuman,”
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba menunaikan shalat tetapi tidak ditulis untuknya seperenamnya dan tidak pula sepersepuluhnya.”
Oleh karena itu, sulit bagi manusia agar menghadirkan hati dari awal hingga akhir shalatnya kecuali dikerjakan oleh sedikit orang. Jika tidak mungkin, persyaratan kehadiran hati dari awal hingga akhir shalat karena darurat, maka hal ini tidak dapat ditolak.
Meskipun begitu diharapkan keadaan orang yang lalai dari awal hingga akhir shalatnya tidak seperti keadaan orang yang benar-benar meninggalkan shalat. Karena orang yang lalai dalam shalatnya itu secara zahir telah mengerjakan shalat dan menghadirkan hati sebentar saja.
Dengan demikian kesimpulannya shalat yang terburu-buru diperbolehkan dengan syarat dalam keadaan darurat, sebagaimana dijelaskan di atas. Kehadiran hati adalah ruh dalam shalat, maka kelalaian hati (tidak khusyu) adalah kebinasaan. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)