PALU – Kepala Bidang Pemenuhan Hak Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah, Diana Adam Patalau, menegaskan bahwa perempuan pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM) di sektor lingkungan hidup memiliki peran krusial dalam memperjuangkan hak atas lingkungan yang sehat.

Menurut Diana, perempuan pembela HAM sering memimpin perlawanan dengan mendampingi petani dan masyarakat adat serta menggunakan pendekatan tanpa kekerasan dalam perjuangan mereka. Pernyataan ini disampaikan dalam dialog publik yang membahas perlindungan perempuan pembela HAM lingkungan hidup di Sulawesi Tengah. Acara ini juga dirangkaikan dengan peringatan ulang tahun ke-34 Perserikatan Solidaritas Perempuan di Triple F Cafe and Resto, Selasa (10/12).

Organisasi masyarakat sipil disebut memiliki peran penting dalam mendorong advokasi serta kebijakan perlindungan yang sensitif gender bagi perempuan pembela HAM. Diana juga menyoroti risiko yang kerap dihadapi para PPHAM, termasuk serangan terhadap identitas mereka sebagai perempuan, ibu, dan anggota masyarakat.

Selain itu, PPHAM sering menghadapi berbagai bentuk kekerasan, seperti kekerasan fisik, verbal, seksual, dan intimidasi, serta kriminalisasi. Mereka juga rentan terhadap trauma kolektif akibat perjuangan panjang menghadapi kerusakan lingkungan. Diana menyebutkan, perempuan pembela HAM kerap dihadapkan pada beban kerja rumah tangga yang meningkat, diskriminasi, dan keterwakilan yang minim dalam proses pengambilan keputusan serta advokasi.

Dalam dialog tersebut, Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tengah, Rafika M. Ponegau, juga menggarisbawahi pentingnya peran perempuan dalam gerakan lingkungan. Perempuan, menurutnya, bukan hanya agen perubahan, tetapi juga pemimpin dalam advokasi lingkungan yang menghubungkan aspek sosial dan ekonomi.

“Perempuan turut aktif menjaga kelestarian hutan, mengelola sumber daya air, dan mendukung pertanian berkelanjutan. Namun, mereka menghadapi tantangan besar berupa kekerasan dan diskriminasi,” ujar Rafika. Ia menekankan perlunya perlindungan HAM serta legislasi pendukung untuk memastikan partisipasi perempuan dalam gerakan lingkungan tetap terjaga.

Rafika juga memberikan contoh inspiratif dari sosok Rukmini Paata Toheke, perempuan adat Toro yang menjabat sebagai Dewan Pimpinan Kampung Adat Toro. Rukmini dikenal atas kontribusinya dalam pengelolaan sumber daya alam dan upayanya mempertahankan kelestarian lingkungan. Atas dedikasinya, Rukmini dianugerahi penghargaan Kalpataru 2024 sebagai apresiasi atas usahanya menjaga alam dan meningkatkan kualitas hidup komunitas.

Dialog publik ini memberikan perhatian khusus pada pentingnya perlindungan dan pemberdayaan perempuan pembela HAM lingkungan. Harapannya, kebijakan perlindungan hak asasi manusia dan lingkungan hidup di Sulawesi Tengah dapat lebih memperhatikan peran vital mereka.

Reporter: Irma/Editor: Nanang