PALU- Isu rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Sulteng 2024 yang disebut-sebut mengurangi legitimasi hasil pemilu hingga memunculkan seruan Pemilihan Suara Ulang (PSU), merupakan langkah tidak berdasar dan kontraproduktif terhadap semangat demokrasi yang tengah kita bangun.

Hal tersebut disampaikan oleh Inisiator Samrat Berani, Eva Bande, yang menyatakan bahwa narasi tersebut justru melemahkan progres demokrasi yang tengah berjalan.

“Warga yang tidak hadir ke TPS atau sengaja tidak menggunakan hak pilih, tidak bisa begitu saja dianggap sebagai kesalahan KPU. Setiap unit pemerintahan, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, memiliki keterbatasan. Kekurangan tersebut merupakan bagian dari realitas politik yang harus kita terima dalam upaya perbaikan demokrasi,” jelas Eva Bande.

Sebaliknya, data menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih di Sulawesi Tengah terus meningkat dalam tiga periode Pilkada terakhir. Pada Pilkada 2015, tingkat partisipasi mencapai 67 persen, meningkat menjadi 70,9 persen pada Pilkada 2020, dan kembali naik menjadi 72,6 persen pada Pilkada 2024. Tren ini membuktikan bahwa demokrasi di Sulteng terus mengalami perkembangan positif.

Lebih lanjut, Eva menekankan bahwa kemenangan dalam Pilkada tidak ditentukan semata oleh besarnya kekuatan politik, anggaran, atau jumlah tim sukses dan relawan. Proses demokrasi berjalan dengan prinsip keterbukaan dan keadilan, di mana partisipasi masyarakat menjadi salah satu indikator utama keberhasilannya.

“Fokus kita bukan hanya pada hasil, tetapi juga pada proses panjang yang melibatkan berbagai tahapan. Mulai dari perebutan dukungan partai politik, sosialisasi, kampanye, hingga pencoblosan. Ketika hasil keluar, pihak yang kalah tidak semestinya mencari jalan tidak lazim untuk merebut kemenangan, apalagi dengan dalih yang lemah,” tegas aktivis agraria ini.

Eva juga mengingatkan bahwa dorongan untuk PSU tanpa dasar legitimasi yang kuat, hanya akan menciptakan ketidakstabilan sosial-politik yang berisiko memicu konflik antarpendukung.

Eva mengibaratkan langkah ini sebagai “membakar lumbung padi untuk membasmi tikus,” yang justru merugikan masyarakat luas.

Menurutnya, dalam konteks transisi demokrasi, masyarakat dan semua pihak berkepentingan memiliki tanggung jawab bersama untuk memperbaiki sistem Pemilu dan Pilkada secara berkelanjutan. Menjaga stabilitas dan mengedepankan dialog yang konstruktif adalah kunci untuk mencapai demokrasi lebih matang dan berkualitas.

“Kemenangan BERANI dalam Pilkada ini bukan hanya kemenangan kandidat, melainkan kemenangan rakyat Sulawesi Tengah. Ini adalah langkah maju dalam proses pendewasaan demokrasi yang kita banggakan bersama,” kata Eva.

Reporter : **/IKRAM