PALU – Masyarakat Kelurahan Tondo, khususnya yang tinggal di wilayah RW 13 atau yang dikenal dengan Vatutela menginginkan pemekaran wilayah kelurahan. Sebab, jumlah penduduk dan luas wilayah daerah itu dinilai sudah layak memenuhi syarat pemekaran berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 31 tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Keluarahan.

“Jumlah penduduk kami sudah 2000 jiwa yang meliputi BTN Bumi Roviga, Perdos dan Vatutela. Kalau dari segi jumlah penduduk sudah jauh melebihi syarat yang diamanatkan Permendagri. Tidak ada tendensi lain untuk pemekaran ini, kami hanya ingin memperpendek rentang kendali urusan pemerintahan, sehingga efektif bagi masyarakat,” kata Ketua RW 13, Asrul, Selasa (23/01).

Menurutnya, selama ini warga yang ada di wilayah RW 13 sangat merasakan jarak terutama bagi yang sudah tua dan tidak memiliki kendaraan.

Dia mengaku, ada empat inisiator pemekaran wilayah itu, yakni dia sendiri yang berdomisili di Vatutela, Moh. Ridwan dari Perumahan Dosen Untad, serta Hatamudin Tamrin dan Zamrud dari BTN Bumi Roviga.

Inisiator tersebut sudah melaksanakan pertemuan dengan mengundang ketua-ketua RT, tokoh masyarakat dan akademisi yang berdomisili di wilayah RW 13, Pemerintah dan Ketua LPM Kelurahan Tondo, Sabtu 20 Januari pekan lalu.

“Yang kami undang sebenarnya hanya 38 orang tapi yang hadir melebihi undangan. Itu tandanya rencana pemekaran ini disambut antusias oleh warga dan mereka menyatakan sepakat untuk pisah dari Kelurahan Tondo,” katanya.

Di kesempatan itu pual, langsung dibentuk panitia pemekaran yang diketuainya.

Langkah selanjutnya, panitia pemekaran mengagendakan pertemuan kedua tokoh-tokoh masyarakat yang ada di wilayah RW 13, setelah itu dengan tokoh masyarakat di Kelurahan Tondo untuk membicarakan pembagian atau batas-batas wilayah.

Di tempat yang sama, Moh Ridwan mengatakan, secara historis wilayah Vatutela dengan Kelurahan Tondo dibatasi oleh Jalan Soekarno-Hatta. Meski demikian, Vatutela tidak ambisi untuk mengambil semua wilayah tersebut, tergantung kesepakatan dengan para tokoh masyarakat yang terlibat di pertemuan nanti.

“Dulu Jalan Soekarno-Hatta itu disebut Jalan Jepang, itulah batasnya. Jika kita merujuk dari situ, berarti kampus Untad masuk wilayah Vatutela. Tapi bukan berarti kita ambisi ingin ambil wilayah itu, karena saat ini yang terpenting adalah kami ingin pemekaran,” tegas Ridwan.

Ridwan tidak menampik jika salah satu keinginan pemekaran itu dikarenakan pembangunan infrastrukur dari Pemkot yang kurang menyentuh wilayah Vatutela. Sejauh ini, pembangunan fisik bertumpuk di daerah induk.

“Bahkan sebenarnya awalnya kami ingin menjadi desa, karena anggaran pembangunannya jelas dari pemerintah pusat. Tapi keinginan yang mendominasi kelurahan saja,” jelasnya.

Ridwan berharap kepada seluruh masyarakat yang ada di kelurahan induk, khususnya Pemerintah Kota (Pemkot) Palu untuk memberikan dukungan selama proses pemekaran berjalan. (YAMIN)