SIGI- Rukmini Paata Toheke perempuan asal desa Toro, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, salahsatu dari 21 Nominator Penerima Penghargaan Kalpataru 2024 kategori Pembina, oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Rukmini terpilih sebagai calon penerima kategori pembina, dari tiga kategori lainnya seperti kategori perintis 7, pengabdi tiga, dan penyelamat.
Nama Rukmini bersama 4 rekan lainnya diantaranya Febri Sugana asal Sumatera Barat, Dindin Komaruddin asal DKI Jakarta, Denok Marty Astuti asal Jawa Tengah, Misrani asal Kalimantan Selatan, terpilih sebagai calon penerima Kalpataru 2024, kategori pembina.
Perempuan kelahiran Ngata (kampung) Toro 23 Maret 1971 tersebut telah melakukan perjuangan advokasi dan revitalisasi peran tina Ngata (ibu kampung) sejak 1994.
Menurutnya, revitalisasi tina ngata penting dilakukan sebab punya peran strategis di Ngata Toro, perannya sebagai pengambil kebijakan, pogolia ada, hubungan baik dengan manusia dan alam.
“Dalam filosofi Ngata Toro ,taluhia katuvua dijaga oleh masyarakat dan Tina Ngata, saya sendiri berjuang bersama perempuan adat Toro,” kata Rukmini, di Desa Toro, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulteng, Jumat (17/5).
Seiring waktu ibu tiga anak ini mengatakan, dirinya berhasil memperjuangkan lingkungan luasnya dari 22.950 hektare (Ha) mendapat pengakuan dari Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNL) pada 2020.
Di 2020, Nenek dari dua cucu tersebut,juga turut menginisiasi lahirnya Sekolah Adat Toro pada usia SMP mengajarkan tentang Taluhia Katuvua.
Selain itu Rukmini juga menginisiasi lahirnya organisasi perempuan, sebab perempuan memiliki peran penting menjaga kearifan dan lingkungan di Ngata Toro.
Olehnya kata dia, dirinya terus melakukan advokasi penguatan masyarakat Toro bersama pemerintah desa.
Ia merasa penting menjaga lingkungan, dengan pelajaran menjaga hubungan baik dengan alam,masyarakat punya ikon kearifan lokal dilestarikan yakni kain kulit kayu, seperti baju dikenakannya terbuat dari kulit kayu beringin.
Untuk itu kata dia, pihaknya menanam pohon beringin tersebut di bantaran daerah aliran sungai (DAS) dan di kebun.
Ia menjelaskan, penanaman pohon beringin tersebut dilakukan selain sebagai bahan baku kain kulit kayu, mendekatkan pengrajin mengambilnya, juga meningkatkan debit air.
“Sebab hal tersebut konservasi kepercayaan orang dulu dan bahan makan burung rangkong,” ujarnya.
Di pekarangan Sekolah Adat Toro juga terdapat pohon beringin, guna dijadikan bahan ajar kain kulit kayu di Sekolah Adat Toro.
Selaku pengelola sekolah adat dirinya merasa lingkungan menjadi sesuatu sangat penting sebab dianggap Katuvua (Kehidupan).
“Kalau kami merusak, sama dengan merusak kehidupan kami sekarang dan akan datang, sebab kami bergantung kelestarian terjaganya lingkungan baik sekarang maupun akan datang,” pungkasnya.
Reporter: IKRAM/Editor: NANANG