Anak yang shaleh adalah dambaan, kebanggan, dan harapan setiap orang.

Hal tersebut tercermin pada doa nabi Zakariya as. Rabbi habli min ladunka durriyatan thoyyibah, ‘Ya Allah Tuhanku, berikanlah aku dari sisi Engkau seorang anak yang saleh’. Atau doa nabi Ibrahim as. Rabbi habli min as-sholihin, ‘Ya Tuhanku anugrahkanlah kepadaku seorang yang termasuk dari orang saleh’.

Namun pada kenyataan, keberadaan anak tidak selalu hadir sebagaimana yang kita harapkan. Terkadang anak hadir memberi kenyamanan dan juga sebaliknya, mendatangkan berbagai kesulitan. Padahal kita sadar bahwa baik dan buruk seorang anak akan membawa efek bagi orang tua baik di dunia maupun akhirat.

Di dalam Al-Qur’an gambaran keberadaan anak dapat dikategorikan dalam beberapa kriteria.

Pertama, anak Sholeh yang disebut oleh Al-Qur’an dengan qurrota a’yun, penenang hati. Anak yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orang tua, berguna bagi agama dan bangsa.

Setiap orang tua pasti ingin memiliki anak sholeh dengan kriteria seperti di atas. Kita sebagai anak juga tetap berusaha menjadi anak ssholeh yang berbakti kepada orang tua.

Kedua, anak adalah perhiasan. Anak yang berhasil meniti karir dunia di berbagai bidang profesi yang menjadi kebanggaan orang tua. Atau juga bangga dan menjadi bahan cerita kepada orang lain karena paras cantik dan tampan. Dan belum tentu anak ini bisa membaca Al-Qur’an, salat dengan baik, atau kebaikan yang lain.

Allah berfirman “Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan menjadi harapan yang lebih baik”.

Ketiga, anak adalah fitnah. Yaitu anak yang hanya merepotkan kedua orang tuanya. Dia hanya makan, tidur, bermain, tidak bisa mencari uang, tidak bisa beribadah dan tidak berakhlak.

Allah SWT berfirman: Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itulah hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar”.

Anak sebagai musuh adalah anak yang menodai orang tua karena perbuatannya. Seperti berjudi, minum minuman keras, narkoba dan yang lain.

Untuk itu, kecintaan dan kebanggaan kita kepada anak adalah manusiawi. Namun tetap dituntut untuk mendidik, memberikan perhatian dan kasih sayang agar menjadi anak yang salih agar bisa mendoakan orang tua.

Kita juga patut bercermin pada kekhawatiran salah seorang Rasulullah, yang tertuang dalam Al Quran, ma ta’buduna min ba’di apa yang akan kamu sembah setelahku? Ini sebuah keprihatinan yang lahir dari kasih sayang dan kecintaan yang benar. Bukan kecintaan yang melahirkan kemanjaan dan penumpahan yang salah.

Sebagai wujud dari hal tersebut, maka kita wajib mengantarkan mereka untuk mengenal iman dan memiliki masa depan yang baik.

Dengan memberikan bimbingan dan tauladan, karena hal itu merupakan kunci utama untuk mendidik mereka. Akhlak dan budi pekerti tidak cukup hanya disampaikan -walaupun itu penting- tetapi juga diteladani.

Memberikan mereka uswah dan memberi kontrol yang baik dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian kita dapat menjaga diri kita dan keluarga kita.

Demikianlah hal-hal yang terkait dengan anak-anak kita, dengan harapan dan masa depan dari generasi-generasi muda kita agar menjadi generasi yang baik dan patut diharapkan. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)