OLEH : Sahran Raden*

Sesuai ketentuan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, bahwa tahapan pendaftaran calon dilaksanakan pada tanggal 27 sampai dengan 29 Agustus 2024.

Pilkada tahun 2024 merupakan pilkada serentak nasional yang akan dilaksanakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berdasarkan regulasi ini jika dihitung mundur maka masa pendaftaran calon Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Tengah tersisa kurang lebih 100 hari lagi.

Saat ini dinamika politik pilkada Sulawesi Tengah telah mewarnai wajah media di Sulawesi Tengah. Percakapan terkait dengan pencalonan Gubernur dan wakil Gubernur Sulawesi Tengah menjadi bahan diskusi dan perbincangan masyarakat Sulawesi Tengah.

Tulisan ini ingin melacak dinamika pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah baik dari aspek regulasi pemilihan maupun aspek sosio politik dengan dinamika kekuatan kelompok partai politik serta ketokohan calon Gubernur dan wakil Gubernur di Sulawesi Tengah.

Agar memudahkan peristilahan dalam tulisan ini, saya menggunakan istilah pilkada yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat, sebab istilah dalam Undang Undang 10 Tahun 2016 Pilkada di istilahkan dengan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Arah Koalisi Partai Politik Pilkada Sulteng

Pada pemilu 2024, jumlah alokasi kursi DPRD Provinsi Sulawesi Tengah bertambah menjadi 55 kursi yang sebelumnya hanya 45 kursi pada pemilu 2019.

Berdasarkan hasil pemilu 2024 dari 18 partai politik peserta pemilu yang memperoleh kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah ada 9 partai politik, yakni ; PKB memiliki 5 Kursi dengan jumlah suara sebesar 122.053. Partai Gerindra memiliki 7 kursi dengan perolehan suara sebesar 201.424 suara. PDI Perjuangan memiliki 6 kursi dengan perolehan suara sebesar 176.954 suara. Partai Golkar memiliki 8 kursi dengan memperoleh suara berjumlah 263.023 suara.

Selajutnya, Partai NasDem memperoleh 7 kursi dengan jumlah suara sebesar 227.438 suara. Partai Keadilan Sejahtera memperoleh 4 kursi dengan perolehan suara sebesar 120.494 suara. Partai Hanura memperoleh 1 kursi dengan jumlah suara 80.956 suara. Partai Amanat Nasional memperoleh 4 kursi dengan jumlah 91.356 suara Partai Bulan Bintang memperoleh 1 kursi dengan jumlah 40.044 suara. Partai Demokrat memperoleh 8 kursi dengan perolehan suara sebesar 179.761 suara. Partai Perindo memperoleh 2 kursi dengan jumlah 70.558 suara. Selajutnya PPP memperoleh 3 kursi dengan total suara sebesar 69.232 suara.

Berdasarkan hasil pemilu dalam perolehan kursi dan suara partai politik di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, maka partai politik dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok besar yakni kelompok partai politik papan atas yang memperoleh kursi 6 sampai dengan 8 kursi yakni Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Nasdem dan PDIP.

Kelompok partai papan tengah yakni partai politik yang memperoleh 3 kursi sampai dengan 5 kursi yakni PKB, PAN, PKS dan PPP.

Partai politik papan bawah yaitu partai politik yang memperoleh kursi 1 sampai dengan 2 kursi yakni partai Hanura, Partai Perindo dan Partai Bulan Bintang.

Dalam pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah maka partai politik atau gabungan partai politik wajib memenuhi 20 % kursi di DPRD atau 25 % dari akumulasi perolehan suara hasil pemilu terakhir.

Beleid ini tercantum dalam ketentuan Pasal 40 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016, bahwa ayat (1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.

Selajutnya ayat (3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pada ayat (4) Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan 1 (satu) pasangan calon.

Berdasarkan ketentuan regulasi ini, apabila dikonversikan kedalam kursi maka ambang batas pencalonan Gubernur dan Wakil Gubenur Sulawesi Tengah paling sedikit memperoleh 11 kursi dari 55 kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.

Partai politik sebagai kekuatan infrastruktur politik dalam negara, memiliki kader partai politik yang disiapkan untuk menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.

Partai politik yang saat ini memilki kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, memiliki tokoh yang mempunyai kemampuan leadership dalam memimpin Sulawesi Tengah.

Di Partai Nasdem ada tokoh seperti Ahmad Ali sebagai Wakil Ketua Umum Partai Nasdem sekaligus sebagai anggota DPR dan berlatar belakang sebagai pengusaha sukses.

Di Partai Golkar ada Mohammad Irwan Lapata sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sigi dan sedang menjabat sebagai Bupati Sigi yang pada pilkada 2024 ditugaskan oleh partai politik untuk mencalonkan sebagai Gubernur Sulawesi Tengah.

Di Partai Demokrat ada Anwar Hafid sebagai ketua DPD Partai Demokrat, anggota DPR dan mantan Bupati Morowali dua periode, pada pemilu 2024 terpilih kembali menjadi anggota DPR.

Di Partai Gerindra ada tiga tokoh yang bersaing seperti Rusdi Mastura Gubernur Sulawesi Tengah dan Walikota dua periode sebelumnya menjabat sebagai ketua DPRD Kota Palu. Ada Hidayat Lamakarate mantan Sekda Provinsi Sulawesi Tengah yang pilkada 2020 dicalonkan oleh Partai Gerindra menjadi calon Gubernur Sulawesi Tengah serta Abdul Karim Aljufrie sebagai Sekretaris DPD Partai Gerindra dan menjabat sebagai Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah saat ini dikabarkan digadang gadang oleh Ahmad Ali sebagai pasangan wakil Gubernur dan menjadi anak kesayangan Prabowo Subianto Presiden Terpilih pada Pemilu 2024.

Berdasarkan perolehan kursi dan suara partai politik pada pemilu 2024 dalam pemilihan umum DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, maka dapat dilacak bahwa koalisi partai politik dalam pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah masih sangat dinamis.

Meskipun masih dinamis, koalisi partai politik dalam mencalonkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur ini dapat dipredikasi atau setidak tidaknya sebagai upaya membangun demokrasi yang sehat paling tidak dapat dipetakan dalam arah koalisi partai politik, koalisi ini masi bisah berubah sesuai dinamika politik di Sulawesi Tengah, Koalisi itu jika dilacak arahnya sebagai berikut :

Pertama, Koalisi Partai Nasdem berkoalisi dengan Partai Gerindra dengan jumlah 15 dengan pasangan Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufrie sebagai Calon Gubenur dan Wakil Gubenur sebagaimana fakta politik dimana terjadinya pertemuan antara Ahmad Ali dan Prabowo Subianto yang ditemani oleh Abdul Karim Aljufrie meskipun DPD Partai Gerindra Sulawesi Tengah masih belum bisa menerima jika terjadi fakta politik ini.

Kedua, Koalisi Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memperoleh 14 Kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah yang mencalonkan Mohamad Irwan Lapata dan Sri Lalusu sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, dimana mempertimbangkan peta wilayah Sri Lalusu berasal dari Timur Banggai Bersaudara sementara Irwan Lapata berasal dari Lembah Palu.

Ketiga, Koalisi Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa dengan jumlah alokasi sebesar 13 kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah yang mencalonkan Anwar Hafid dan Reny Lamadjido sebagai Calon Gubenur dan Wakil Gubenur. Koalisi ini mempertimbangkan juga peta daerah dimana Reny Lamadjido merepresentasikan wilayah Lembah Palu dan Anwar Hafid presentase dari wilayah Timur Sulawesi Tengah.

Keempat, Koalisi Partai Perindo, PPP, Hanura, PKS dan PBB memperoleh jumlah 14 kursi di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, mencalonkan Rusdi Mastura dan Ma’mun Amir sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubenur yang berstatus sebagai petahana.

Koalisi besar ini dengan empat pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur tentu saja akan mewujudkan demokrasi yang lebih bermartabat. Pilkada yang menghasilkan proses kualitas demokrasi yang baik jika kompetisi calon lebih luas dan besar.

Pencerminan koalisi partai politik diatas merujuk pada parati politik yang bergabung karena tujuan yang serupa.

Koalisi partai politik dengan beberapa gabungan Partai politik yang bekerjasama disebabkan tidak adanya partai yang secara sendirian dapat mencapai kursi mayoritas di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.

Selain itu, koalisi dibentuk untuk memberikan kepada Gubernur dan wakil Gubernur terpilih dengan tingkat legitimasi politik yang tinggi.

Partai politik lalu dihadapkan pada paradigma baru yaitu bekerja profesional, memiliki kemampuan bekerjasama atau bernegosiasi dengan partai lain dalam meraih kemenangan, serta melihat konstituen.

Bagi partai politik, koalisi dalam Pilkada memiliki kekhasan yang patut dicatat, yaitu: (1) secara kuantitas formasi koalisi bisa sangat banyak yang disebabkan oleh banyaknya pemilihan; (2) adanya kebutuhan pemetaan yang memungkinkan pengurus pusat partai memberikan kebebasan relatif pada pengurus daerahnya untuk memutuskan koalisi; (3) kecenderungan pola koalisi dalam Pilkada yang sangat menyebar dan nyaris sulit untuk diramalkan.

Aspek Hukum dan Permasalahan Sentralisasi Pencalonan Pilkada

Dalam aspek hukum bahwa Pencalonan Pilkada serentak pada tahun 2024 masih bersifat sentralistik, dimana partai politik tingkat pusat memiliki kewenangan politik untuk membuat persetujuan pencalonan.

Regulasi pilkada ini diatur dalam norma ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015, pada pasal 42, ayat ( 4) Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur oleh Partai Politik ditandatangani oleh ketua Partai Politik dan sekretaris Partai Politik tingkat Provinsi disertai Surat Keputusan Pengurus Partai Politik tingkat Pusat tentang Persetujuan atas calon yang diusulkan oleh Pengurus Partai Politik tingkat Provinsi.

Selanjutnya dalam norma Undang-Undang nomor 10 Tahun 2016, mempertegas lagi penguatan kelembagaan partai politik tingkat pusat, bahwa jika keputusan Calon Gubernur dan wakil Gubernur yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Partai Politik tidak didaftarkan oleh Pimpinan Partai Politik Tingkat Provinsi maka dalam pendaftaran Gubernur dan Wakil Gubernur, Partai Politik Tingkat Pusat dapat mendaftarkannya kepada KPU Provinsi dengan mengambil alih kewenangan mendaftarkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur kepada KPU Provinsi.

Dalam konteks ini maka terlihat pembentuk Undang Undang Pilkada ingin memperkuat kewenangan Partai Politik secara sentralistik kepada Pimpinan Pusat sebagai penentu kebijakan politik dalam aras demokrasi lokal di daerah.

Dalam prakteknya selama penyelenggaraan Pilkada tahun 2015, Pilkada Tahun 2017, Pilkada Tahun 2018 dan Pilkada Tahun 2020 banyak ketua dan sekretaris pimpinan partai politik di tingkat Provinsi dan Kab/kota tidak mendaftarkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota yang telah di tetapkan melalui Keputusan Partai Politik Tingkat Pusat, sehingga mengakibatkan ketua dan Sekretaris Partai Politik di Daerah di PAW kan oleh pimpinan pusatnya.

Dalam konteks hukum, bahwa Partai politik memiliki peran strategis dalam pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai pemimpin di daerah yang dapat mensejahterakan masyarakat di daerah.

Berdasarkan pengalaman pada pilkada serentak sebelumnya beberapa masalah yang ditimbulkan dalam pencalonan pilkada.

Masalah tersebut antara lain bahwa partai politik dalam mencalonkan kepala daerah tidak melalui proses seleksi yang betul-betul matang dalam melahirkan calon pemimpin yang diinginkan rakyat, tetapi partai politik melakukan penjaringan dengan lebih mengedepankan faktor kemampuan finansial dan popularitas calon kepala daerah.

Selain itu terjadi ketegangan dan bahkan perpecahan di tingkat internal parpol selain karena ketidaksepakatan pengurus parpol dalam mengajukan pasangan calon, juga disebabkan karena perpecahan kepengurusan internal parpol.

Akibatnya, parpol menjadi lemah dan gagal memperjuangkan kepentingan anggota. Selajutnya koalisi partai politik dalam mendukung calon kepala daerah sangat pragmatis dan tidak berdasarkan pada ideologi partai yang sama.

Koalisi yang dibangun partai politik berdasarkan kepentingan pragmatis pemenangan pilkada, bukan untuk penguatan pembangunan daerah.

Peran kelembagaan partai politik dalam seleksi kepemimpinan di daerah penting memperhatikan kehendak dan usulan dari partai politik di daerah.

Sehingga partai politik tingkat pusat dapat mengakomodir keinginan dan serap aspirasi partai politik tingkat daerah.

Partai politik harus lebih progresif memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dalam membangun kesadaran masyarakat untuk ikut menggunakan hak pilihnya pada Pilkada secara baik dan benar, memilih calon pemimpin yang berintegritas, dan tidak terpengaruh untuk melakukan politik uang.

Dalam konteks penguatan kelembagaan partai politik, maka partai politik harus melembagakan demokratisasi internal partai, mengingat partai politik merupakan komponen dan aktor utama sistem politik demokrasi, dalam Pilkada, maupun sebagai “jembatan” antara rakyat dengan negara.

Oleh karena itu, partai politik harus melakukan pembaharuan demokrasi internal partai politik, utamanya dalam proses seleksi kandidat bagi masa depan kepemimpinan daerah.

Karena hanya partai politik yang sehatlah yang mampu  melahirkan kepemimpinan yang kuat, jujur, legitimate dan visioner.

Pengakuan dan pengaturan partai politik dalam UUD 1945 telah menempatkan parpol sebagai salah satu organ konstitusi yang harus menjalankan konstitusional yang dimilikinya.

Partai politik telah melahirkan kader kepemimpinan dalam parlemen dan pemerintahan, maka siapa pun kader partai politik yang menjadi kepala daerah diperlukan seleksi yang teratur dan terencana sehingga calon yang ditawarkan melalui pilkada layak untuk dipilih rakyat.

Partai politik berperan penting dalam pengelolaan konflik politik dan peningkatan kesadaran politik warga, maka penting bagi parpol menempatkan institusi parpol sebagai elemen penting dalam konstitusi negara.

*Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Partai Politik, Fakultas Syariah UIN Datokarama Palu