PALU – Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama bersinergi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mengembangkan perguruan tinggi di Indonesia menjadi kampus kebangsaan, sebagai satu upaya mencegah tumbuh dan berkembangnya radikalisme dan terorisme.
Rektor UIN Datokarama Profesor Kiai Haji Lukman S Thahir, mengemukakan bahwa perguruan tinggi di Indonesia perlu dikembangkan sebagai kampus kebangsaan dalam rangka membendung masuknya radikalisme di perguruan tinggi.
“Kampus kebangsaan adalah kampus yang memiliki pemahaman mendalam, mengenai identitas sejarah, budaya, dan nilai – nilai luhur, yang melekat dalam suku bangsa,” kata Profesor Lukman S Thahir, di Palu, Ahad (25/02).
Profesor Lukman S Thahir yang juga sebagai peneliti tentang radikalisme di Sulteng, telah bertemu dengan pejabat BNPT dan menyampaikan gagasan tentang kampus.
Pertemuan antara Profesor Lukman S Thahir dengan pejabat BNPT, saat BNPT mengundang Profesor Lukman untuk menyampaikan materi tentang kampus kebangsaan pada rapat kerja nasional BNPT dan FKPT se-Indonesia di Jakarta.
Profesor Lukman S Thahir yang merupakan Ketua Nahdlatul Ulama Sulawesi Tengah menyatakan bahwa perguruan tinggi dapat dikatakan sebagai kampus kebangsaan bila memenuhi tiga indikator meliputi, adanya kurikulum dan pengajaran yang memiliki wawasan kebangsaan dan keagamaan yang moderat.
Indikator kedua yaitu terdapat aktivitas dan kegiatan yang mengandung penanaman nilai cinta tanah air, bela negara, toleransi, kemanusiaan dan gotong royong. Ketiga, kampus yang terbebas dari paham intoleransi, ekstrimisme dan terorisme.
UIN Datokarama sendiri, ujar Rektor, telah bertekad menjadi pilot project kampus kebangsaan di Indonesia.
“Tiga indikator tersebut, telah diterapkan oleh UIN Datokarama,” sebutnya.
Rektor Profesor Lukman menawarkan kepada BNPT bahwa untuk mengembangkan kampus kebangsaan, terdapat tiga langkah yang menjadi pwta konsep kampus kembangsaan di Indonesia.
Langkah pertama yaitu setiap kampus harus memiliki visi teleologis. Di mana, kampus harus memiliki sikap tegas mencegah radikalisme dan intoleransi, serta ektrimisme.
“Pertegas dirimu sebagai identitas perguruan tinggimu. Ini penting dilakukam,” ujarnya.
Langkah kedua merumuskan arah kebijakan. Di antaranya melakulan survei terhadap mahasiswa baru terkait pemahaman moderasi beragama, dan hasil survei menjadi alat kebijakan intervensi.
Di samping itu, kampus harus membentuk pusat kajian, seperti rumah moderasi beragama dan pusat kajian radikalisme atas nama agama.
“UIN Datokarama telah melakukan ini. Oleh karena itu, kampus UIN Datokarama menjadi kampus umat beragama. Kampusnya semua agama,” ujarnya.
Langkah ketiga meliputi strategis pencapaian.
“Salah satu strategi itu adalah penguatan sinergi/kolaborasi. UIN Datokarama sejauh ini berkolaborasi dengan berbagai stakeholder. Salah satunya dengan densus 88 dan BNPT,” ungkapnya.
Kemudian, melakukan pendampingan terhadap eks-napiter. “Ini sudah dilakukan oleh Rektor UIN Datokarama, serta KKN tematik moderasi beragam,” sebutnya.
Berikutnya, pemberdayaan di antaranya yaitu memberdayakan mantan napiter untuk melakukan deradikalisasi berbasis pendidikan. Di samping itu eks-napiter diberdayakan menjadi duta perdamaian atau khalifah pejuang perdamaian.
“Terakhir adalah penguatan kurikulum,” katanya.
Dengan konsep tersebut, kata Rektor, civitas akademika akan memiliki komitmen kebangsaan yang kuat. Terhindar dari perilaku intoleran, anti kekerasan, serta menerima budaya dan tradisi lokal.
YAMIN