PALU – Pemerintah Kota (Pemkot) Palu menghadirkan empat psikolog klinis yang akan bertugas di sejumlah Puskesmas, dalam rangka memperkuat layanan kesehatan mental untuk masyarakat.

Inovasi ini menjadikan Palu sebagai kota pertama di Sulawesi Tengah yang menempatkan tenaga psikologi secara khusus di fasilitas kesehatan dasar.

Keempat psikolog tersebut adalah Ade Sintya Indrayani, M.Psi., Psikolog (Puskesmas Singgani), Faradila Faruk, M.Psi., Psikolog (Puskesmas Tawaeli), Eka Hertisyahrani, M.Psi., Psikolog (Puskesmas Lere), dan Wiwin Theofani Sekon, M.Psi., Psikolog (Puskesmas Birobuli).

Kehadiran mereka merupakan hasil kolaborasi antara Dinas Kesehatan Kota Palu dengan platform layanan psikologi swasta, bincang psikologi.

Founder Bincang Psikologi sekaligus Psikolog Klinis RSUD Undata, Reza Malik Akbar, S.Psi., M.Psi., Psikolog, yang menjadi project leader program ini, menyebut, penempatan psikolog di Puskesmas tersebut bertujuan agar layanan kesehatan mental bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, tanpa rasa takut atau malu.

“Dengan adanya psikolog klinis di Puskesmas, stigma dapat ditekan dan masyarakat bisa mendapatkan bantuan lebih cepat,” kata Reza.

Menurut Reza, dukungan penuh dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu, dr. Rochmat Jasin Moenawar, serta Kabid Yankes, drg. Akmal Eddy Madda, menjadi kunci terwujudnya program ini.

Program yang mulai berlaku 01 Oktober 2025, menyediakan konseling psikologi gratis setiap Senin–Sabtu sesuai jam pelayanan Puskesmas.

Tidak hanya itu, layanan juga diperluas melalui konseling daring gratis lewat aplikasi Sangu Palu setiap pukul 16.00–19.00 WITA.

Kadis Kesehatan Kota Palu, dr. Rochmat, menegaskan, kesehatan mental kini menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan kesehatan masyarakat.

“Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kami ingin semua warga memiliki kesempatan mendapatkan layanan psikologis yang profesional, mudah diakses, dan tanpa biaya,” tegasnya.

Sementara itu, drg. Akmal, memastikan keberlanjutan layanan ini, sehingga manfaatnya bisa dirasakan semua kalangan masyarakat, dari anak-anak hingga dewasa.

Ia berharap, langkah ini mampu mengubah cara pandang masyarakat terhadap kesehatan jiwa sekaligus menghapus stigma negatif yang masih melekat. ***