PALU – Lembaga pembiayaan, BFI Finance Indonesia mencatat sekitar 3000 warga Kota Palu yang menjadi debitur, hingga Tahun 2025 ini.
Dari sekitar 3000 kontrak tersebut, BFI Finance mengelola total piutang pembiayaan sebesar Rp129 miliar atau tumbuh kurang lebih 18,5% year on year.
Untuk Sulawesi Tengan (Sulteng) sendiri, BFI Finance mengelola total pembiayaan sebesar Rp320 miliar, tumbuh kurang lebih 7,1% secara year on year.
Secara keseluruhan dari 300 lebih outlet yang ada di Indonesia, BFI Finance memiliki total aset sebesar Rp25,3 triliun dengan rasio kredit bermasalah hanya di kisaran 1,63%. Laba bersih yang dimiliki saat ini sebesar Rp762 miliar, bertumbuh kurang lebih 11,1% secara tahunan atau years on years.
Menurut General Manager BFI Finance Region Sulawesi, Sastero Wijaya Gunawan, porsi piutang paling banyak di sektor produktif.
“Jadi kurang lebih modal kerja dan investasi menyumbang porsi yang sangat besar, kurang lebih 79 persen,” katanya, dalam acara media gathering, di Palu, Jumat (22/08).
Lanjut dia, para debitur tersebut menjangkau semua lapisan masyarakat yang sudah melalui proses dan analisa.
BFI Finance hadir di Kota Palu pada Tahun 2002. Dari 2010 sampai dengan 2013, BFI memperluas jaringan layanan, hingga menjangkau lima wilayah lainnya di Sulteng, yakni Poso, Luwuk, Parigi Moutung, Kotaraya, dan Tolitoli.
“Jadi kita di Sulawesi Tengah mempunyai enam cabang, termasuk di Palu,” kata Sastero.
BFI Finance sendiri memiliki tujuh produk, seperti dana exspres mobil, kredit cepat mobil, dana express motor, kredit alat berat, machinary, BFI dana gria, dan produk syariah.
Namun, khusus Kota Palu sendiri, kata Sastero, pihaknya baru memberikan tiga layanan produk, yaitu pembiayaan dengan jaminan BPKB mobil dan juga motor, serta kredit mobil bekas di showroom.
“Sebagai dukungan terhadap kinerja, kita menjalankan prinsip kehati-hatian, kita juga mengedukasi hak dan kewajiban konsumen, sehingga kita mendukung satu sama lain, baik perusahaan maupun konsumen itu sendiri,” katanya.
Di tempat yang sama, Kepala Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulteng, Budi Hamdani, mengatakan, jika dilihat histori dengan aset total Rp25 triliun, kemudian kredit bermasalah di bawah 5%, maka BFI tergolong sehat.
“Karena tergolong sehat dan track record yang bagus, pasti menjaga reputasinya dengan baik. Jika ada isu-isu yang tergolong negatif, pasti dengan cepat langsung diselesaikan, karena untuk menjaga reputasi tadi,” kata Budi.
Kata dia, reputasi di industri jasa keuangan sangat penting, karena merupakan bisnis kepercayaan.
“Kalau sampai reputasinya itu jelek, nanti tingkat kepercayaan masyarakat turun dan bisnisnya terganggu,” katanya.
Ia juga memberikan tips kepada masyarakat, sebelum memilih mengajukan pembiayaan.
“Sebelum pengajuan kredit itu, kita harus analisa dulu sesuai kebutuhan. Agar di kemudian hari tidak ada ketidaksesuaian dengan pelaku usaha, sebaiknya sebelum teken kontrak, kita baca lagi keseluruhan. Apa-apa yang belum jelas ditanyakan ke pelaku usaha jasa keuangan,” ujarnya.
Di OJK sendiri, kata dia, sudah ada ketentuan kepada pelaku usaha jasa keuangan untuk menjelaskan setiap klausul di perjanjian kredit dan memastikan konsumennya paham.
“Kalau misalkan konsumennya belum paham, maka dikasih waktu untuk membaca lagi beberapa hari, kemudian balik lagi ke kantor. Kalau sudah paham baru bisa tanda tangan kontrak,” tutupnya.