PALU – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulteng mencatat sebanyak 294 nelayan Kota Palu yang terdampak bencana alam, 28 September 2018 silam.
Jumlah nelayan tersebut tersebar di lima kecamatan yang ada di Kota Palu, dengan rincian Kecamatan Palu Barat, tepatnya di Kelurahan Lere sebanyak 18 orang dan Kelurahan Baru delapan orang.
Selanjutnya Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi sebanyak 38 orang, Kecamatan Mantikulore yang meliputi Kelurahan Talise sebanyak 38 orang, Kelurahan Tondo 37 orang dan Kelurahan Layana Indah sebanyak tujuh orang.
Kemudian Kecamatan Palu Utara terdiri dari Kelurahan Mamboro Barat sebanyak 63 orang, Kelurahan Mamboro 19 orang, Kelurahan Taipa 20 orang, Kelurahan Kayumalue 36 orang dan Kecamatan Tawaeli tepatnya di Kelurahan Pantoloan sebanyak 10 orang.
Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Tangkap, DKP Sulteng, Yohanis Riga, dua hari lalu, juga menyampaikan asset nelayan yang hilang, rusak berat maupun ringan, yakni 292 unit perahu atau kapal, 210 unit mesin ketinting, 113 genset, 206 pukat dan 8 set tali senar.
“Kemudian delapan bal tali jangkar, 326 set pancing, 375 unit lampu listrik, satu tabung oksigen, 18 rumpon, 28 unit accu dan delapan bagan,” urainya.
Secara keseluruhan untuk wilayah Donggala dan Kota Palu, DKP Sulteng telah mengidentifikasi sebanyak 2.522 usaha perikanan yang terdampak.
“Jumlah tersebut terdiri dari 1.287 dari Kabupaten Donggala dan 1.235 dari Kota Palu,” sambung Yohanis.
Di antaranya, kata dia, terdapat 54 Kelompok Usaha Bersama (KUB) di Donggala dengan jumlah produksi 24.950 ton senilai Rp437 miliar terdampak. Kemudian 85 KUB dan 16 Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGar) di Kota Palu dengan produksi 1.629 ton, senilai Rp56 miliar.
Menurutnya, nelayan terdampak bencana dapat diklasifikasi empat kategori, yakni pemukiman ada dan sarana dan prasarana (sarpras) penangkapan ikan.
Karena banyaknya jumlah nelayan yang terdampak, kata dia, maka pihaknya memberikan dukungan penguatan, baik secara mental maupun ekonomi.
Pihaknya juga telah melaksanakan phsikososial bagi nelayan dan pembudidaya yang masih trauma dalam melaksanakan usahanya kembali di pelabuhan perikanan PPI Pelabuhan Bajo-Donggala dan Balai Bibir Ikan (BBI) Desa Tulo, Kabupaten Sigi.
“Tujuanya untuk membangkitkan semangat dan motivasi bangkit kembali,” katanya.
Ke depan, kata dia, pihaknya akan memperluas wilayah phsikososial dan melakukan sosialisasi tidak takut makan ikan melalui media cetak dan elektronik.
Kemudian menyediakan sarpras PI dan pengembangan usaha berbasis teknologi dan industry, relokasi nelayan melalui program transmigrasi dan penyediaan sarpras penangkapan ikan yang komprehensif.
“Sumber dananya dari Bappenas, kementerian/lembaga terkait, pemprov/pemkab/pemkot serta lembaga donor seperti JICA dan Oxfam,” imbuhnya. (IKRAM)