PALU- Jaringan advokasi tambang (Jatam) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebutkan 16 perusahaan tambang nikel di Provinsi mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan untuk dieksploitasi dengan total luasan 16 ribu hektar.
“Artinya hutan Sulteng akan diobrak-abrik oleh aktivitas pertambangan nikel, dengan luas yang cukup besar,” kata koordinator pelaksana Jatam Sulteng, Taufik , saat melakukan orasi aksi mimbar bebas ‘Tolak Solusi Palsu Krisis Iklim’ depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Jalan Sam Ratulangi, Kota Palu, Sabtu (6/11).
Hal ini kata dia, tentu menyumbang krisis iklim bagi dunia, sebab semakin banyak hutan ditebang, maka ancaman krisis iklim semakin besar terjadi.
Dia mengatakan apa yang dijelaskan presiden Jokowi pada pertemuan Conference of the Parties (COP) ke-26 di Skotlandia, bagi kami tidak sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan di Indonesia.
“Hingga kami memprotes keras, jika memang serius untuk menangani krisis iklim, hentikan investasi-investasi menggunakan bahan bakar fosil,” pungkasnya.
Sementara Korlap Aliansi Perlawanan Krisis Iklim Sulteng , Shinta mengatakan, sektor energi fosil sebagai salah satu penyumbang utama krisis iklim yang masih diberikan kemudahan bagi negara.
“Transisi energi yang berkeadilan menuju sistem energi bersih merupakan fenomena global yang sedang dihadapi Indonesia.
“Sebagai negara dengan sumber daya energi cukup besar tentunya transisi energi dapat menimbulkan dampak baik secara ekonomi dan sosial,” pungkasnya.
Aksi ini diikuti puluhan orang terdiri dari Walhi Sulteng, Jatam, Dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tadulako (Untad), tergabung dalam Aliansi Perlawanan Krisis Iklim selain melakukan orasi, mereka juga melakukan aksi teatrikal puisi dan membagi-bagikan pamflet bagi pengguna jalan. (Ikram)