Malam Jumat dan Sunnah Rasul

oleh -
Ilustrasi.

Beberapa tahun belakangan setiap hari Kamis tiba, sebagian masyarakat bercanda satu sama lain dengan ucapan, “Sudah hari Kamis lagi, sunah rasul,”. “Jangan ganggu, malam ini sunah rasul”. “Malam Jumatan, sunah rasul”, atau sedikit rasial “Ayo membunuh Yahudi” dan banyak istilah lain dengan makna serupa.

Malam Jumat memang memiliki keutamaan bagi pasangan suami isteri yang hendak melakukan hubungan intim. Namun tidak selayaknya hal ini dijadikan olok-olok, ejekan, bahkan alasan untuk tidak melakukan hal baik lainnya seperti mengikuti kajian di masjid.

Canda atau guyon semacam ini menjadi sangat lazim didengar seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang mempercepat peredaran pesan. Canda atau guyon sebenarnya tidak masalah dalam agama. Hanya saja kalau mau tahu kedudukan hukum agama sebenarnya, kita perlu mendapat penjelasan ahli hukum Islam terkait hubungan sunah rasul, malam Jumat, dan hubungan suami-istri.

Memang benar ada anjuran Rasulullah untuk melakukan hubungan suami istri di malam Jumat atau hari Jumat sebelum shalat Jumat.

“Barangsiapa (yang menggauli istrinya) sehingga mewajibkan mandi pada hari Jum’at kemudian diapun mandi, lalu bangun pagi dan berangkat (ke masjid) pagi-pagi, dia berjalan dan tidak berkendara, kemudian duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan seksama tanpa sendau gurau, niscaya ia mendapat pahala amal dari setiap langkahnya selama setahun, balasan puasa dan shalat malam harinya” (HR. Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).

Dari hadits ini tergambar betapa besarnya balasan pahala bagi orang yang melakukannya. Yakni “bercinta”, mandi, bangun pagi, berangkat awal ke masjid untuk menunaikan salat Juma’at, duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan tekun.

Pahala dalam hadits ini diberikan kepada orang yang melakukan paket enam amal itu, tidak terpisah-pisah. Namun demikian, tergambarlah keutamaan berjima pada malam Jum’at.

Memang ada yang berpendapat bahwa sunnah dalam hadits tersebut adalah “bercinta” pada hari Jum’at (pagi), mengingat mandi Jum’at itu dimulai setelah terbit fajar di hari Juma’at. Namun yang lebih popular adalah “bercinta” di malam Jum’at, sedangkan mandinya boleh saja ketika terbit fajar sebelum menunaikan Salat Subuh berjama’ah.

Ulama Abu Umar Basyir mengatakan, di negara yang menerapkan cuti pada hari Jum’at, tentu tidak masalah jika seseorang ingin berhubungan intim pada hari itu.

Lalu bagaimana di negara yang menetapkan hari Jum’at sama seperti hari-hari kerja lainnya? Bagaimanapun, hukum sunnah tetap saja sunnah. Jadi itu hanya soal kesempatan melakukannya saja. Jika mampu dilakukan, Insya Allah membawa berkah. Di situlah, pengurusan waktu berhubungan intim menjadi perlu diatur.

Karena itu boleh saja dilakukan menjelang subuh, atau sesudah salat subuh. Tiap pasangan suami isteri tentu lebih tahu mana saat yang paling tepat.

Akan tetapi masih banyak Sunah Rasul di malam Jum’at lainnya, sehingga rasanya tidak pantas jika sunah rasul di malam Jumat hanya diidentikkan dengan hubungan intim suami istri saja, seperti memperbanyak membaca salawat.

Sabda Nabi Shallalhu Alayhi Wa Sallam, “Perbanyaklah salawat kepadaku setiap hari Jumat karena salawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari Jumat, maka barangsiapa yang paling banyak bersalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku”. (HR. Baihaqi)

Selain itu, membaca Al-Qur’an khususnya surah Al-Kahfi. Sabda Nabi Shallalhu Alaihi Wasallam: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat akan diberikan cahaya baginya di antara dua Jumat”. (HR. Al Hakim). Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)