Tahun 2025, PT Vale IGP Morowali Targetkan Petani Organik Mencakup Seluruh Desa Binaan

oleh -
FOTO : DOK. PT VALE

MOROWALI – PT Vale Indonesia Tbk, Indonesia Growth Project (IGP) Morowali menegaskan komitmennya untuk menjalankan keberlanjutan melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

Program PPM tersebut di antaranya memuat komitmen dalam menjalankan program sosial, dan pengembangan talenta lokal agar dapat terserap dalam industri pertambangan, termasuk pada area operasional PT Vale.

Director of Mine Project IGP Morowali, Wafir, mengatakan, perseroan terus menggenjot fase penyiapan penambangan dan fasilitas pabrik pengolahan, sembari meneruskan kinerja Program PPM.

Wafir menjelaskan, sejak 2022, PPM PT Vale telah mengimplementasikan Program Pertanian Sehat Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PSRLB) melalui metode System of Rice Intensification (SRI) Organik PT Vale atau padi organik.

Selanjutnya berkembang ke program pertanian organik lainnya seperti ke komoditas sayur, dan merambah budidaya tanaman herbal organik.

“Di Morowali, jumlah petani yang terlibat pada tahap awal di tahun 2022 berjumlah 12 orang yang berada di empat desa binaan yakni Desa Kolono, Ululere, Bahomoahi dan Desa Bahomotefe dengan total lahan garap seluas 1,2 hektar Ha,” ungkapnya.

Kini, lanjut dia, jumlahnya tumbuh menjadi 90 petani di 13 desa yang terdiri dari 25 petani padi dengan total luasan sawah organik telah mencapai sekitar 6,8 hektar

“Dari jumlah tersebut panen padi organik juga mencapai rekor 17,6 ribu kilogram,” katanya.

Tidak saja pada padi organik, PT Vale mencatat sebanyak 25 orang petani sayur, dan 40 orang petani herbal dari Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Desa dengan total panen sayur organik pada tahun 2023 sebanyak 78 kilogram.

Wafir menuturkan, selain memberikan pendampingan dan peningkatan kapasitas serta pemberian infrastruktur dan prasarana, pihaknya juga membantu pendampingan perolehan sertifikasi organik, hingga hari ini terdapat 50 persen lahan sawah organik binaan telah mendapat sertifikasi organik dari lembaga INOFICE.

INOFICE adalah Lembaga Sertifikasi yang telah diverifikasi oleh Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2007 dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada tahun 2008 dengan no LSPO-003-IDN.

Dengan bertani organik, petani tidak lagi membeli pupuk karena mereka telah diajarkan cara membuat kompos dan MOL yang dapat menekan biaya produksi.

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kompos juga melimpah di sekeliling yang dapat ditemui dengan mudah seperti hasil kotoran hewan ternak, sisa makanan, dedaunan hijau dan batang pisang.

Selain itu, PPM di bidang pertanian juga memberikan pemasukan dua kali lipat bagi petani dibandingkan saat mereka menerapkan pertanian konvensional. Sarana dan prasarana juga kerap didukung.

“Kami ikut memberi bantuan berupa cultivator, rumah kompos, peralatan untuk penyiangan, pengemasan, dan sebagainya. Untuk sarana kami berinteraksi dan berdialog, serta transfer pengetahuan, kami juga membangun sekolah lapangan di lokasi pertanian yang di gunakan sebagai pusat pembelajaran bagi petani dan pihak manapun yang ingin belajar tentang organik,” tambah Wafir.

Wafir menyatakan, target program PSRLB di tahun 2025 mendatang, petani organik komoditas padi, sayur, dan budidaya tanaman herbal meningkat hingga 50 persen dan mencakup seluruh desa binaan PT Vale IGP Morowali serta pemasarannya dapat meluas hingga ke minimarket dan supermarket.

Terpisah, Faisal Suma, Ketua Perkumpulan Petani SRI Organik Morowali (Pepsoli) Bungku Timur, mengakui program pertanian organik ini sangat membantu petani, karena dapat menekan biaya produksi.

“Sebelum menerapkan metode pertanian organik, kami mengeluarkan biaya produksi yang besar. Namun ketika beralih ke pertanian organik, biaya produksi yang kami keluarkan tidak sebesar sebelumnya. Untuk itu, mewakili para petani organik, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PT Vale atas Program PSRLB ini,” ungkap Faisal.

Selain pertanian yang merupakan salah satu pekerjaan terbanyak di Kabupaten Morowali, PT Vale juga mengalokasikan program sosial dalam bentuk aksi 3R (Reduce, Reuse, Recycle) Sampah.

Manajemen sampah yang dilaksanakan tim IGP Morowali dilengkapi dengan fasilitas Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 3R.

Melalui program unggulan TPS 3R ini, IGP Morowali berupaya menginisiasi penerapan ekonomi sirkular, yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin sehingga meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan.

TPS 3R merupakan upaya untuk menangani masalah timbunan sampah, yang juga menjadi tantangan terbesar di Kabupaten Morowali.

“Kami telah memulai pilot project TPS 3R di desa Onepute Jaya. Berdasarkan sirkulasi 12 hari kerja di lokasi yang bermukim 620 kepala keluarga, kami berhasil memilah 3,3 ton sampah organik, 792 kilogram sampah anorganik, dan 1,1 ton sampah residu. Dari 3,3 ton sampah organik tadi, setengahnya kami dapat berikan nilai tambah karena diolah kembali menjadi kompos, pupuk kompos tersebut saat ini telah termanfaatkan sebagai pupuk di area taman perusahaan dan lahan pertanian desa ” terang Wafir.

Miftah, Ketua Pengelola TPS-3R menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi kepada PT Vale IGP Morowali yang telah mendukung TPS-3R ini melalui program PPM di bidang lingkungan.

“Dengan TPS-3R ini, 79 persen sampah yang dihasilkan masyarakat Desa Onepute Jaya dapat kami olah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. TPS-3R juga telah menghasilkan pupuk kompos. Sebanyak 3 ton pupuk kompos yang diproduksi telah dibeli oleh pemerintah Desa Onepute Jaya untuk disalurkan kepada kelompok tani dan sebanyak 2 ton pupuk kompos juga dibeli oleh PT Vale IGP Morowali,” ungkap Miftah.

Selain pemberdayaan di bidang pertanian dan manajemen sampah, pada aspek profesi yang terkait pertambangan, IGP Morowali juga terus melanjutkan pelibatan talenta lokal.

“Saat ini, kami telah bekerja dengan 359 talenta lokal asli Morowali. Peranan mereka beragam, dan secara status ada yang menyandang predikat karyawan, pekerja yang sifatnya secondee atau berbasis kemitraan dengan perusahaan lokal, serta mereka yang berstatus karyawan dari perusahaan kontraktor lokal. Bersamaan dengan kebutuhan pekerja, kami juga terus melanjutkan berbagai pelatihan vokasi, untuk mencetak bibit pemuda yang siap mendukung progres proyek kami ke depan,” tutup Wafir. *