PW ISNU Sulteng Bahas Eksistensi PTUN sebagai Peradilan Penjaga Demokrasi

oleh -
Kegiatan webinar yang digagas PW ISNU Sulteng, Selasa (11/07). (FOTO: IST)

PALU – Banyak warga negara yang dinilai belum mengetahui keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai badan peradilan yang menjaga proses dan kualitas demokrasi di Indonesia.

PTUN juga hadir dalam konteks negara hukum demokrasi untuk melaksanakan jaminan serta perlindungan hak asasi warga negara, yaitu keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara kepentingan warga negara, serta pengembalian hak-hak dan kepentingan warga yang terkena tindakan pemerintah yang melawan hukum serta akibat-akibat hukumnya.

Hal ini dikatakan Ketua Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sulteng, Dr. Sahran Raden, dalam kegiatan webinar yang digagas PW ISNU Sulteng, Selasa (11/07).

“Dalam kedudukan bernegara, posisi warga itu kadang menjadi subbordinat dari negara. Misalnya dalam kontestasi Pemilu dan Pilkada, warga negara dimobilisasi untuk memilih, namun setelah pemerintahan terpilih, hak-hak warga negara dilupakan oleh pemerintahan yang terpilih,” ujarnya.

Mantan komisioner KPU Provinsi Sulteng periode 2013-2023 ini menambahkan, salah satu metode dan mekanisme dalam pemilihan atau pengisian jabatan pemerintahan melalui parlemen yakni melalui pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota melalui pemilu.

Dalam praktiknya, lanjut dia, seleksi pengisian jabatan legislatif yang diajukan oleh partai politik dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum melalui tahapan pencalonan dalam pemilu, terjadi banyak sengketa.

“Potensi terjadinya sengketa akibat adanya Keputusan KPU terkait dengn TMS-nya calon dari parpol. Pemilu sebagai manifestasi dari penegakan hak-hak konstitusional warga negara, perlu diberikan jaminan perlindungan hak tersebut yang tidak bisa dikebiri oleh orang lain atau institusi negara,” tegasnya.

Ia menekankan, jika hak warga negara dalam politik, terutama hak memilih dan dipilih terabaikan, maka pengadilan dapat melindungi hak-hak tersebut.

Menurutnya, agar sengketa pemilu tersebut tidak mengganggu jalannya sistem ketatanegaraan atau sistem pemerintahan dari suatu negara, maka diperlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif serta dapat memberikan keputusan yang adil bagi para pihak yang berkepentingan.

Kata dia, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 207 tentang Pemilu, upaya hukum sengketa proses Pemilu di PTUN, didasarkan pada ketentuan Pasal 469, ayat (1), di mana putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat, keculai putusan terhadap sengketa proses pemilu yang berkaitan dengan verfikasi partai politik, penetapan daftar calon tetap dan pasangan calon.

“Pada ayat 2 disebutkan bahwa dalam hal penyelesaian sengketa proses pemilu, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c yang dilakukan oleh Bawaslu tidak diterima oleh para pihak, maka para pihak tersebut dapat mengajukan upaya hukum ke PTUN,” jelasnya.

Ia berharap, hadirnya mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu oleh PTUN, mampu mewujudkan tiga aspek yaitu keadilan hukum, kebenaran hukum, ketertiban dan kepastian hukum itu sendiri.

Webinar yang digagas PW ISNU Sulteng itu mengangkat tema “Peradilan Administrasi di Era Demokratisasi, Fungsi PTUN dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu Tahun 2024”.

Selain Sahran Raden, hadir pula sebagai pembicara Aditya Permana Putra selaku Hakim Pratama Muda PTUN Palu, Rasyidi Bakri selaku Anggota Bawaslu Sulteng dan Ketua Peradi Palu, Dr. Muslim Mamulai.

Kegiatan yang dimoderatori Idris Mamanto dari PW ISNU Sulteng itu diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa proses pemilu yang ditangani oleh PTUN, sekaligus memberikan pengetahuan dan literasi kepada semua pihak dalam hal ini partai politik dan calon legislatif. */RIFAY