PALU – Aksi kebangsaan Perguruan Tinggi (PT) melawan radikalisme yang digelar serentak Sabtu (28/10), besok di setiap provinsi, tidak ditujukan kepada agama-agama atau salah satu agama.
Panitia pengarah nasional aksi kebangsaan perguruan tinggi melawan radikalisme, H Zainal Abidin menegaskan, melawan radikalisme dalam aksi kebangsaan oleh perguruan tinggi melibatkan 4,5 juta mahasiswa. Ditujukan kepada individu atau kelompok yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara.
“Ini bukan aksi untuk melawan agama-agama, aksi ini juga bukan untuk melawan salah satu agama. Perguruan Tinggi melawan radikalisme tidak berhadapan dengan agama, tetapi berhadapan dengan kelompok yang ingin mengganti Pancasila,” ungkap Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu itu.
Ia menegaskan, kegiatan aksi kebangsaan perguruan tinggi melawan radikalisme tidak berhadapan dengan salah satu agama. Bahkan ia menyatakan aksi tersebut merupakan komitmen perguruan tinggi melawan kelompok-kelompok yang menyebarkan faham dan aliran radikal, yang ingin mengganti pancasila sebagai ideologi negara.
“Ini aksi kebangsaan untuk membela pancasila, membela negara, membela NKRI dan menjunjung tinggi kebhinekaan. Karena itu, siapa pun dia, dari golongan apapun dia, serta dari agama apapun dia yang ingin mengganti pancasila sebagai ideologi negara, maka itu yang dihadapi oleh pergruan tinggi,” tegasnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu ini menerangkan, perguruan tinggi berhadapan dan melawan pihak atau kelompok-kelompok intoleransi, yang tidak menjunjung tinggi Pancasila, kebhinekaan dan NKRI. Termasuk kata dia organisasi politik, organisasi keagamaan, aliran kepercayaan yang ingin mengganti Pancasila, maka akan berhadapan dengan perguruan tinggi.
Ia menjelaskan perlawanan terhadap gerakan radikalisme dan intoleransi, adalah suatu keharusan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. “Kalau dalam Islam ada fatwa MUI tahun 2009 di Padang Panjang, menyebutkan bahwa jika ada seseorang atau sekelompok orang yang ingin mengganti pancasila sebagai ideologi negara (disebut bughat), harus di lawan,” jelasnya. (NANANG IP)