PALU- Salah satu Penasehat Hukum Rukly Chahyadi dari keluarga NS, siswi SDN di Banawa, Donggala diduga korban pemekosaan, menyampaikan keresahan terkait pemilihan pasal yang digunakan oleh aparat kepolisian Polres Donggala dalam menangani kasus tersebut.
Sebagaimana dalam ancamannya, Polres Donggala menggunakan Pasal 285 KUHP : “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
“Kami sangat prihatin dengan pemilihan Pasal 285 dalam penanganan kasus ini oleh aparat kepolisian polres Donggala. Kami percaya bahwa pemilihan ini dapat mempengaruhi hasil investigasi dan penuntutan yang akhirnya akan memengaruhi keadilan bagi korban,” kata penasihat hukum dari Managing Partners Law Office Tepi Barat & Associates, ini kepada Media Alkhairaat, Ahad (8/10).
Oleh karena itu, pihanya menginginkan dan menekankan pentingnya mengggunakan pasal yang lebih spesifik terkait dengan perlindungan anak, seperti Undang-undang (UU) Perlindungan Anak (PA), dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam mengusut tuntas kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur ini.”
Ia mengatakan, penggunaan Pasal 285 KUHP mungkin tidak sesuai dengan sifat dan tingkat seriusnya tindakan tersebut. Pasal-pasal yang lebih sesuai dengan kasus ini harus digunakan untuk memastikan, bahwa pelaku dapat dikenai hukuman yang sepadan dengan kejahatannya, sambil memastikan bahwa hak dan perlindungan korban anak di bawah umur juga terpenuhi.
Kami mengharapkan agar aparat kepolisian Polres Donggala dapat mempertimbangkan dengan serius saran kami ini dan mengambil tindakan yang sesuai demi keadilan bagi korban dan perlindungan anak-anak di negara kita. Kasus seperti ini harus ditangani dengan penuh kehati-hatian dan kepedulian terhadap hak-hak korban agar dapat memastikan bahwa keadilan benar-benar terwujud.
Reporter: IRMA
Editor: NANANG