PALU – Aktivis PENA ’98 Sulawesi Tengah, Yahdi Basma meminta agar semuapihak dapat memaklumi semangat Ketua Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Aminudin Ma’ruf yang menyebut bahwa Bumi Tadulako (sebutan khas Kota Palu) sebagai pusatnya gerakan radikal. Hal itulah yang menjadi alasan organisasi tersebut menggelar Kongres-nya yang ke-19, Selasa (16/05).
Menurut Yahdi, pernyataan tersebut merupakan semangat Ketum PMII sebagai anak muda yang tegas menolak radikalisme dan keras menjaga NKRI.
“Statemen tersebut bisa jadi dipengaruhi oleh stigma kekerasan agama yang pernah terjadi di Poso, yang memang dikenal luas sebagai konflik horisontal bernuansa SARA dengan segudang implikasi destruktif yang terasa sampai kini. Walau juga kita yakini, negara telah optimal hadir dalam merekonsiliasi dan fasilitasi,” kata Yahdi.
Selain itu, lanjut dia, persepsi Ketum PMII juga dipengaruhi persepsi publik bahwa Sulawesi Tengah juga dikenal sebagai sarang terorisme Kelompok Santoso, Pimpinan MIT (Mujahidin Indonesia Timur) yang akhirnya wafat saat baku tembak dengan aparat, Juli 2016 lalu.
“Ketum PMII kurang disuplai info soal gerakan Islam di Sulteng yang kental dan sarat pengaruh bidang edukasi, dengan sejarah gemilang Pendidikan Islam yang dibawa Guru Tua (Habib Idrus bin Salim Aljufrie), dengan Al-Khaeraat sebagai gerbong ilmu,” tambahnya.
Untuk itu, dia kembali meminta agar statemen tersebut dapat dimaklumi sebagai semangat anak muda yang begitu kencang dalam menjaga keutuhan KNRI, merawat Pancasila, dan menentang keras siapapun yang hendak mengusik dan menggantinya.
Sebelumnya, Aminudin Ma’ruf, menyatakan, Bumi Tadulako sebagai pusat gerakan radikal menjadi alasan organisasi tersebut menggelar Kongres-nya yang ke-19.
Pernyataan itu diungkapkan dihadapan Presiden RI dan beberapa menteri, Gubernur Sulteng, Kapolda dan unsur terkait lainnya, pada pembukaan Kongres, di Masjid Agung Darussalam Palu, Selasa (16/05).
Berikut transkrip rekaman pidato yang diperoleh awak media ini:
“Bapak Presiden sengaja kami membuat, melaksanakan kongres kesembilan belas di Tanah Tadulako, di Provinsi Sulawesi Tengah, dengan tema Meneguhkan Konsensus Bernegara untuk Indonesia Berkeadaban. Di tanah ini, katanya, adalah Pusat dari gerakan radikalisme Islam. Bapak Kapolda senyum-senyum nih. Di tanah ini, katanya, adalah pusat dari gerakan menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia sengaja membuat kongres di tanah ini untuk membuktikan bahwa jika hadir PMII, jika ada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, tidak sejengkal tanahpun di NKRI ini untuk mereka yang intoleran. untuk mereka-mereka yang akan merubah Pancasila sebagai dasar negara”. (RIFAY)