PALU – Komunitas “Polibu Tana Tadulako” menegaskan, masih tersisa satu janji yang belum ditepati Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Aminuddin Ma’ruf. Janji tersebut adalah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Sulawesi Tengah.
Hal ini berkaitan dengan pernyataannya pada pembukaan Kongres PMII ke-9 di Masjid Agung Darussalam Palu, Selasa (16/05). Dia menyatakan alasan digelarnya kongres PMII di Palu, karena daerah yang dikenal dengan Bumi Tadulako ini sebagai pusatnya gerakan radikal.
“Dari sejumlah tuntutan, kewajiban itu yang belum dipenuhi hingga hari ini,” kata salah satu inisiator Polibu Tana Tadulako, Dr Nisbah, Kamis (18/05).
Sebagai komunitas yang mendorong proses itu dari awal, pihaknya memiliki kewajiban mengingatkan kepada yang bersangkutan agar nantinya tidak menjadi persoalan baru di masyarakat.
Akademisi Universitas Tadulako itu mengaku sangat menghargai semua proses yang telah dilakukan.
“Tetapi substansinya, bagaimana memberikan pernyataan kepada seluruh masyarakat Sulteng, dengan meminta maaf melalui media nasional dan lokal,” tegas Nisbah.
Sebab kata dia, permohonan maaf secara terbuka itu, juga merupakan perintah dari Gubernur Sulteng dan Ketua Utama Alkhairaat Habib Saggaf Aljufri.
Komunitas ini kata Nisbah, merupakan representasi dari semua elemen masyarakat di Kota Palu dan Sulteng. Didalamnya ada akademisi, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, praktisi, birokrasi, dunia usaha, organisasi masyarakat dan kepemudaan, serta elemen lainnya.
Inisiator lainnya, Irwan Karim, menegaskan, jika janji itu diabaikan, maka tidak menutup kemungkinan ada upaya lain yang akan dilakukan
Terpisah, Ketua Front Pemuda Kaili (FPK) Sulteng, Erwin Lamporo dengan tegas menolak permohonan maaf yang telah dilakukan secara tertutup. Menurutnya, permohonan maaf itu harus disampaikan secara terbuka di tempat umum.
Sehari sebelumnya, Aminuddin sudah menyampaikan permohonan maaf di hadapan para tokoh adat, di lokasi Kongres PMII, Masjid Agung Darusallam Palu.
Meskipun sudah menerima permohonan maaf itu, namun lembaga keadatan Tanah Kaili, tetap menjatuhkan sanksi adat atau givu, berupa tiga ekor kambing dan 30 buah piring baru.
Menurut Wakil Ketua Adat Kota Palu, Arifin Sunusi, apa yang disampakan Aminudin masuk kategori salah mbivi (salah bicara) sehingga berkonsekwensi givu.
Sanksi tersebut tidak boleh diuangkan. Nantinya, kambing akan disembelih, dimasak dan dimakan bersama. Perjamuan makannya diikuti 30 tokoh adat.
“Apabila tidak melaksanakan givu nuada itu, maka ada givu lain yang diberikan lembaga adat, yakni mengusir atau niombo dia dari tanah Kaili selamanya dan tidak boleh lagi menginjakan kakinya tanah ini,” tegasnya. (FAUZI/RIFAY/ANT)