PALU- Penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) meminta keterangan sejumlah tokoh desa Ambunu terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penjualan lahan mangrove ke PT. BTIIG, luasnya sekitar 30 hektare di Desa Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali.
Mereka dipanggil dimintai keterangan di antaranya Adudin Jena (Tokoh masyarakat), Husen Jus (Tokoh masyarakat) dan Abd muluk (masyarakat) ,Moh Rais Rabbie, di kantor Kejati Sulteng, Kamis (14/12).
Plt.Kasipenkum Kejati Sulteng Abdul Haris Kiay menjelaskan, hingga hari ini pihaknya sudah meminta keterangan kepada 19 orang diantaranya mantan kades,sekdes, perangkat desa dan legal konsultan perusahaan PT BTIIG.
Ia mengatakan, mereka dipanggil ini masih sebatas dimintai keterangan atas adanya kasus dugaan penjualan lahan Manggrove.
“Penyelidik masih mencari dan menemukan suatu peristiwa hukum diduga sebagai tindak pidana,” imbuhnya.
Bila nantinya ditemukan adanya tindak pidana pada peristiwa hukumnya, maka statusnya dinaikkan ke tahap penyidikan, guna mencari serta mengumpulkan bukti yang membuat terang tindak pidana tersebut. Sehingga dengan itu, tersangkanya dapat ditentukan.
Sementara tokoh masyarakat Adudin dan Husen Jus saat mendatangi Kejati mengatakan, mereka memberikan keterangan kepada penyelidik terkait status kepemilikan lahan manggrove.
Menurut sepengetahuan mereka sepanjang hayat sejak lahir, lahan Manggrove tersebut tidak ada kepemilikan. Setelah adanya perusahaan tersebut, kata Ajudin, baru ada pribadi yang mengklaim lahan-lahan manggrove tersebut miliknya.
“Cuma itu saya tidak bertanggungjawab, nanti dia bertanggungjawab sendiri,” pungkasnya.
Hal sama disampaikan Husen Jus sepengetahuannya lahan manggrove tersebut tidak ada pemiliknya. Lahan itu diklaim setelah masuknya perusahan.
“Saya ini memberikan keterangan apa adanya,” pungkasnya.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan lahan mangrove ke PT. BTIIG atas laporan Mantan ketua BPD Ambunu periode 2020-2023.
Lokasi tersebut diperjual belikan diakhir 2022 dan dibayar oleh BTIIG dalam setiap hektarenya dihargai Rp500 juta. Dan sekarang dilahan tersebut sudah berdiri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tidak lama lagi diresmikan pengoperasiannya.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG