JPU Minta Tolak Eksepsi, Kuasa Hukum Minta Terdakwa Dibebaskan

oleh -
Wawan Ilham

PALU- Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Irwan Haludin (52) telah selesai dilaksanakan dengan agenda jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi (keberatan) terdakwa.

JPU meminta majelis hakim menolak eksepsi terdakwa dan melanjutkan pemeriksaan perkara terdakwa Irwan Haludin.

Irwan Haludin merupakan pengurus panitia pembangunan USB SMPN 5 Sirenja bagian administrasi keuangan. Ia didakwa telah merugikan keuangan Negara Rp223,4 juta atas pembangunan USB SMP Negeri 5 Sirenja Jalan Desa Sibado, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala 2018.

Dalam jawabannya JPU, Irwan Ashadi menguraikan, bahwa keberatan terdakwa, tindak pidana dilakukannya lebih dari tindakan penggelapan, sehingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Palu tidak berwenang mengadili.

Irwan Ashadi menyatakan, perkara tindak pidana dilakukan Irwan Haludin yang diajukan bukan perkara tindak pidana umum, tapi perkara tindak pidana korupsi.

“Berdasarkan locus dan tempus masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan tindak pidana korupsi PN Palu,”urainya.

Selanjutnya kata dia, keberatan terdakwa menyebutkan surat dakwaan tidak cermat, jelas dan tidak lengkap.

Menurutnya, dakwaan diajukan untuk masing-masing dakwaan primer dan subsider sudah secara cermat berdasarkan syarat formil dan material surat dakwaan menjabarkan mulai dari identitas penahanan kelengkapan pasal dan uraian- unsur pasal yang sudah digambarkan sejarah jelas dan lengkap berdasarkan perbuatan terdakwa.

BACA JUGA :  Akhirnya Sertifikat Milik Samsidar Dikembalikan oleh BRI

Terkait itu kata dia, dakwaan primer menyalin ulang ke dakwaan subsider.

Ashadi menyampaikan, antara dakwaan primer dan subsider terdapat perbedaan secara prinsip yaitu harus dibuktikan perbuatan melawan hukum.

Sedangkan, tidak diikutsertakan pasal 55 KUHP turut serta, lembaga yang berhak melakukan perhitungan keuangan negara, Ashadi meminta akan dibuktikan pada persidangan. Pun jumlah pasti kerugian keuangan Negara.

“Dalam dakwaan juga sudah jelas peran terdakwa tanpa menyebutkan pelaku lainnya, perhitungan kerugian keuangan negara, harus dibuktikan dipersidangan sebab sudah masuk materi pokok perkara,” tegasnya.

Sementara itu terhadap tanggapan JPU ini, pihak penasihat hukum Irwan Haludin bertahan bahwa dakwaan JPU tidak cermat dan jelas. Penasihat hukum terdakwa berharap, majelis hakim menerima eksepsi terdakwa dan pemeriksaan terhadap perkara terdakwa Irwan Haludin tidak dilanjutkan dan memohon membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.

BACA JUGA :  Prof Romli Atmasasmita Kritik Tajam Kesesatan Hukum dalam Kasus Mardani Maming

“Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kelas 1 A Palu tidak berwenang mengadili, surat dakwaan Penuntut Umum lebih pada tindak pidana penggelapan,” kata Wawan Ilham dihubungi Ahad , (9/1).

Selain itu , Ia menilai surat dakwaan tidak cermat, jelas dan tidak lengkap. Dia memaparkan, uraian perbuatan pidana dalam dakwaan primair menyalin ulang (copy paste) kedalam uraian perbuatan pidana dalam dakwaan Subsidair.

Lebih lanjut dikatakannya, uraian tindak pidana korupsi didakwakan dalam dakwaan Primair pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Dakwaan Subsidair Pasal 3 adalah sama, sedangkan pasal tindak pidana korupsi yang didakwakan berbeda.

Bahwa ketidakcermatan, ketidakjelasan dan ketidaklengkapan surat dakwaan Penuntut Umum terhadap terdakwa Irwan Haludin adalah kaburnya uraian tentang peranan terdakwa sebagai terdakwa tunggal tidak menambahkan pasal turut Serta yaitu Pasal 55 ayat (1) KUHP dalam perkara a quo.

BACA JUGA :  Masyarakat Adat di Sulteng Minta Pengesahan UU Perlindungan Masyarakat Adat

Dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menerapkan pelaku tindak pidana menjadi 3 peran, yaitu orang yang melakukan tindak pidana, orang yang menyuruh
melakukan tindak pidana dan orang yang turut melakukan tindak pidana.

Selanjutnya ketidakjelasan dan ketidaklengkapan surat dakwaan Penuntut Umum yang didakwakan kepada terdakwa Irwan Haludin yaitu dakwaan tindak pidana korupsi Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam surat dakwaan Penuntut Umum tidak memberikan penjelasan secara lengkap mengenai penilaian atau keputusan dari
lembaga yang berwenang atas perintah Undang-Undang dan tidak ada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kerugian keuangan negara.

Berdasarkan Undang-Undang yang sah atau tidak, instansi atau Lembaga yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP dan Inspektorat.

“Oleh sebab itu sudah sepatutnya dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum,” pungkasnya. (Ikram)