PALU- Jaringan Advokasi Tambang, (JATAM) Sulawesi Tengah mendesak aparat penegak hukum segera memeriksa pimpinan PT. Prima Tambang Indonesia, atas dugaan aktivitas pertambangan illegal seluas 4.788 Ha, di Ogo Taring, Kecamatan, Lampasio, Kabupaten Tolitoli.
Eksekutif Kampanye dan Advokasi Jatam Sulteng, Moh. Taufik dalam rilisnya kepada Media ini, Kamis, (22/11) mengatakan, IUP eksplorasi dikantongi PT.Prima Tambang Indonesia, dengan nomor 13 tahun 2012 dengan komoditas emas, hanya berlaku tiga tahun sampai dengan 2015.
Sehingga kata dia, aktivitas eksplorasi dilakukan sampai hari ini diduga adalah tindakan ilegal, karena tidak mengantongi izin apapun dari instansi terkait yang mengatur soal pertambangan.
“Pihak perusahaan juga tidak pernah melakukan perpanjangan izin atau peningkatan tahapan izin dari eskplorasi ke izin operasi produksi,” katanya.
Selain itu kata dia, aktivitas eksplorasi dilakukan PT Prima Tambang Indonesia, diduga masuk dalam kawasan hutan lindung.
“ Patut diduga sebagai salah satu tindak pidana kehutanan, karena data yang kami miliki, terkait perusahaan tambang yang mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan untuk tahapan IUP ekplorasi, hanya ada dua perusahaan tambang,” jelas Moh. Taufik.
Kata Taufik, yang mengantongi IPPKH dari Kementrian Kehutanan, adalah PT. Bumi Cerah Cemerlang dan PT. Replika Citra Adhigraha. Keduanya berada di kabupaten Parigi Mautong.
Sehingga menurutnya, aktivitas pertambangan ini jelas melanggar Pasal 160 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Untuk itu kata dia, meminta kepada instansi terkait dan aparat penegak hukum, khususnya Polres Tolitoli segera menghentikan aktivitas pertambangan tersebut. Memeriksa pimpinan perusahaan PT. Prima Tambang Indonesia, karena dugaan pelanggaran pidana.
Kemudian meminta instansi terkait, khususnya ESDM Provinsi Sulteng untuk mencabut izin PT. Prima Tambang Indonesia. (IKRAM)