PALU- Rona wajah kebahagiaan tidak dapat disembunyikan oleh terdakwa dugaan korupsi pengadaan kapal penangkap ikan pada Dinas Perikanan Kabupaten Tolitoli tahun 2019, setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu menjatuhkan vonis bebas kepada mereka.
Tak ayal secara spontan sujud syukurpun dilakukan oleh beberapa orang terdakwa usai putusan dibacakan. Demikian pula keluarga dari terdakwa tak bisa menyembunyikan rasa haru, bercampur bahagia. Peluk kehangatan dari orang terkasih pun tak terelakkan di ruang sidang.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA/PHI/Tipikor Palu memvonis bebas terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) Perikanan Kabupaten Tolitoli, Gusman, Senin (21/6/2022).
Demikian tiga terdakwa lainnya, Moh Sahlan, Nurnengsi dan Mujahidin Dean juga divonis bebas.
Gusman, Moh Sahlan, Nurnengsi dan dan Mujahidin Dean merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan kapal penangkap ikan pada Dinas Perikanan Kabupaten Tolitoli tahun 2019.
Pada kegiatan itu, Gusman selaku Pengguna Anggaran (PA) Moh Sahlan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Nurnengsi selaku Pejabat pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK); serta Mujahidin Dean selaku rekanan. Keempatnya didakwa JPU merugikan keuangan negara Rp1,1 miliar.
“Mengadili. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer maupun dakwaan subsider. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan Penuntut Umum. Memulihkan hak-hak terdakwa, dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” tegas Ketua Majelis Hakim, Ferry MJ Sumlang, Panji Prahistoriawan Prasetyo dan Alam Nur sebagai hakim anggota, turut dihadiri JPU Yoga Kahdafi, Cs dan kuasa hukum terdakwa, Benyamin Sunjaya, Yohanes Budiman Napat, Mohammad Juanda dan Sahrul pada sidang berlangsung terpisah hingga sekitar pukul 21.00 Wita itu.
Dalam amar putusan itu, inti pertimbangan dibebaskannya terdakwa Gusman, Moh Sahlan dan Nurnengsi, karena tidak ditemukan kerugian negara. Sebab Majelis Hakim tidak sependapat dengan perhitungan ahli dari Dirjen Perhubungan Laut, Moh Arief karena bukan ahli perkapalan dan mengetahui regulasi.
Kemudian, perhitungan metode total lost tidak dapat diterapkan dalam perkara tersebut, karena metode total lost jika pengadaan atau kegiatan fiktif dan pembayaran telah dilakukan atau kapal dalam kondisi rusak total hingga tidak dapat digunakan.
Selain itu, yang memiliki kewenangan melakukan perhitungan, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara pertimbangan dibebaskannya terdakwa Muhajidin Dean, karena ia bukan pihak yang harus bertanggungjawab mengingat terdakwa hanya Direktur operasional, bukan Direktur CV Wultom dan Direksi CV Generasi Pribumi.
Terkait vonis tersebut, JPU langsung menyatakan kasasi ke Mahkah Agung.
TUNTUTAN
Sebelumnya, Senin 25 April lalu, JPU menuntut terdakwa Gusman, Moh Sahlan dan Nurnengsi masing-masing pidana enam tahun penjara serta denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar diganti dengan pidana enam bulan.
Sementara Mujahidin Dean dituntut pidana lima tahun enam bulan dan denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar diganti dengan pidana enam bulan.
Selain itu, Mujahidin juga dituntut membayar uang pengganti Rp1,1 miliar. Apabila terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara satu tahun.
JPU menyatakan bahwa keempat terdakwa melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Reporter: IKRAM