PALU – Warga Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala bersama Jaringan Advokasi Tambangan (JATAM) Sulteng melakukan aksi demonstrasi di Depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Selasa (8/8).
Warga menilai bahwa praktek pertambangan dilakukan oleh 19 perusahaan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) mengakibatkan air kekeringan. Oehnya mereka menuntut agar DPRD Sulteng terkhusus Komisi III untuk mencabut izin usaha pertambangan.
“Sawah-sawah kami, sumur-sumur kami mengalami kekeringan semenjak para perusahaan itu beroprasi di sepanjang DAS. Padahal sawah dan sumur kami sangat berdekatan dengan sungai,” ungkap Dolidi salah seorang warga,
Menurutnya, dulu ketika kami menggali sumur hanya 2-3 meter warga sudah bisa mendapat Air, tapi semenjak para perusahaan itu mulai beroperasi mereka susah untuk mendapatkan air. Walau sudah dua buah pipa 21 Meter ditancapkan di dalam tanah, namun belum juga mendapatkan air.
Dalam selebaran yang dibagikan oleh massa aksi, mereka mengungkapkan bahwa gejolak kemuakan warga terhadap praktek perusahaan tambang galian pasir, batu dan kerikil (SIRTUKIL) yang merusak sepanjang DAS Labuan, semakin membuncah. Betapa tidak, terhitung kurang lebih 30 tahun terakhir ketentraman masyarakat warga Labuan sudah diporak-porandakan oleh 19 perusahaan di antaranya: PT. Intan Megalit, PT. Mapalus Jaya, PT. Wahana, PT. Adas Sejahtera, PT. Joyomi, PT. Labuan Lelea Ratan, PT. Putra Labuan, PT. Surya Labuan Sari, PT. Adi Rahmat Mandiri, PT. Labuan Putra Kor, PT. AJK, PT. Labuan Mini, PT. Sarana Abadi, PT. Kosuneng, CV. Tri Remetana Labuan, PT. Panimba Perkasa, PT. Kurnia Batu Alam, yang kesemuanya mengerumuni sepanjang DAS. Akibatnya masyarakat Labuan kesulitan mendapatkan air bersih.
Belum berhenti di situ, sejumlah keluhan yang datang dari warga sebagai tenaga kerja perusahaan. Ini mengenai tidak didaftarkannya karyawan di Departemen Ketenaga Kerjaan (Depnaker) yang berimbas pada tidak adanya asuransi terhadap tenaga kerja.
“Satu contoh kasus yang dialami langsung oleh Pak Ilyas yang bekerja di PT. Panimba Perkasa. Saat sepulang kerja dan belum sempat tiba di rumah mengalami Lakalantas, cidera pada kaki dan tangan. Namun dari pihak perusahaan sama sekali tidak memberi santunan, bahkan gaji pokoknya tidak dibayarkan selama dua bulan.
“Demikian halnya yang terjadi pada Pak Wawan yang bekerja sebagai kepala produksi di PT. Panimba Perkasa yang juga bermitra dengan PT. Kurnia Batu Alam, terpaksa menanggung cacat seumur hidup disebabkan kecelakaan kerja (tangannya patah karena masuk dalam gilingan batu yang sedang berputar),” ungkap Alkiat aktivis Jatam Sulteng.
Senada dengan itu Koordinator Aksi Andi Muhammad Taufik mengungkapkan, tuntutan utama mereka untuk mendesak pihak pemerintah provinsi yaitu mencabut izin usaha pertambangan.
“Kami juga menuntut agar Mendesak Pemerintah dalam hal ini DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas ESDM Provinsi Sulteng, Gubernur Sulawesi Tengah dan BLHD Provinsi Sulteng untuk melakukan peninjauan langsung ke lokasi pertambangan di Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. Mendesak pemerintah untuk melakukan evluasi seluruh IUP perusahaan tambang sirtukil di Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala” ungkap Andi Muhammad Taufik.
Selain itu mendesak, pemerintah agar menghentikan sementara aktivitas perusahaan sebelum ada peninjauan langsung dari pihak DPRD, Gubernur, Dinas ESDM, dan BLHD di pertambangan. Kemudian mendesak pemerintah agar memerintahkan pada perusahaan yang IUP-nya sudah berakhir untuk melaksanakan reklamasi pasca tambang. (Apriawan)