Polisi Paling Banyak Dilapor ke Ombudsman

oleh -
Grafik hasil survey kepatuhan pemerintah. (FOTO: DOK OMBUDSMAN SULTENG)

PALU – Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman RI Perwakilan Sulteng merilis sebanyak 34 laporan atas kinerja aparat kepolisian yang masuk ke lembaganya. Jumlah ini adalah 15,60 persen dari total laporan yang masuk selama tahun 2017, dan menempatkan lembaga ini sebagai instansi terlapor paling tinggi dibanding instansi lainnya.

Dari segi subtansi, laporan tertinggi juga masih “dipegang” intitusi kepolisian sebanyak 33, disusul pertanahan 26, kepegawaian  20, pendidikan 11 dan kesehatan 11.

Jenis laporan terhadap institusi itu, diantaranya terkait pertambangan galian pasir dan bantuan di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, pertambangan emas tanpa izin di Poboya, Kota Palu dan Lore Selatan, Kabupaten Poso.

Kepala Ombudsman Perwakilan Sulteng, Sofyan Farid Lembah, dua hari lalu juga mengungkap instansi selanjutnya yang sering dilaporkan, yakni Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng dengan 29 laporan atau sebesar 13,30 persen.

“Jenis laporan diantaranya terkait penanganan pengaduan masyarakat atas penerapan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pungutan di SMA-SMK dan SLB di Sulteng,” tutur Sofyan.

Selanjutnya Pemerintah Kota Palu dengan 28 laporan atau sebesar 12,84 persen. Jenis laporan di antaranya terkait penerimaan siswa didik baru di Kota Palu, dalam implementasi sistem zonasi yang mengeliminasi pungutan.

Kemudian pungutan liar sejumlah sekolah di Kota Palu dan pengaduan keterlambatan pembayaran tunjangan sertifikasi guru.

Instansi lainnya adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi dengan 16 laporan atau sebesar 7,34 persen, Pemkab Donggala dengan 16 laporan juga 7,34 persen, dan Pemkab Morowali Utara dengan 9 laporan atau 4,13 persen.

Sepanjang tahun 2017, Ombudsman sendiri telah menerima sebanyak 219 laporan, baik dari pengaduan masyarakat maupun inisiatif Ombudsman. Dari total laporan itu, yang telah diselesaikan sebanyak 197 laporan atau 89,95 persen dan dalam proses sebanyak 22 (10,05 %).

Laporan ini masing-masing berasal dari Kota Palu sebanyak 118, Sigi 27, Donggala 16, Parigi Moutong 10, Poso 6, Buol 3, Tolitoli 15, Touna 5, Morut 9, Banggai 5, Sultra 1 dan Sulsel 1 laporan.

Sofyan menjelaskan jenis-jenis maladministrasi yang terjadi di Sulteng berdasarkan laporan tersebut di antaranya penundaan berlanjut sebanyak 48 laporan, permintaan uang, barang dan jasa sebanyak 24 laporan, tidak kompeten sebanyak 17 laporan, tidak patut sebanyak 44 laporan.

“Kemudian tidak memberikan pelayanan sebanyak 21 laporan, penyimpangan prosedur sebanyak 48 laporan, penyalahgunaan wewenang sebanyak 12 laporan, berpihak sebanyak 2 laporan, diskriminasi sebanyak 1 laporan, dan konflik kepentingan sebanyak 2 laporan,” rincinya.

Dari sisi kepatuhan, hasil survey yang dilakukan Ombudsman belum ada yang masuk dalam zona hijau atau aman. Satu-satunya yang masih terbilang baik (zona kuning) adalah Pemprov Sulteng sebesar 61,95 persen. Sisanya di zona merah, yakni Parimo 28,94 persen, Pemkot 48,64 persen, Sigi 15,96 persen dan Donggala 35,02 persen. (RIFAY)