ORI Sulteng: Dikbud Paling Banyak Dikeluhkan

oleh -
Wakil Ketua ORI, Lely Peltasari saat menandatangi komitmen bersama di sela kegiatan workshop penguatan SP4N di salah satu hotel di Kota Palu, Rabu (17/07). (FOTO: MAL/IKRAM)

PALU – Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Sulteng menyebutkan bahwa salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di wilayah kerjanya yang paling banyak dikeluhkan adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud).

Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan ORI Sulteng, Sofyan Farid Lembah pada kegiatan Workshop Penguatan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulteng, di salah satu hotel di Kota Palu, Rabu (17/07).

Sofyan mengatakan, pengaduan itu diterima pihak Ombudsman Sulteng secara lisan, bahkan  ada yang secara langsung mendatangi Kantor Ombudman.

“Poin pengaduannya itu banyak tentang sejumlah pungutan yang dilakukan pihak sekolah terhadap calon siswa baru,” sebutnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dikbud Sulteng, Irwan Lahace yang diwawancara usai kegiatan, tidak memungkiri adanya laporan masyarakat terkait sejumlah pelanggaran yang dilakukan beberapa sekolah saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2019 ini.

“Namun saya belum memilah data tersebut, apakah itu di SD, SMP atau SMA. Sebelumnya saya memang sudah mengingatkan semua kepala sekolah agar jangan coba-coba melakukan pungutan dalam PPDB karena pasti saya tindak,” tegasnya.

Dia juga menyatakan, sebelum adanya sejumlah laporan masyarakat tersebut, pihaknya telah mengultimatum bahwa keseragaman dalam lingkungan sekolah itu boleh-boleh saja, tapi pihak sekolah tidak harus mewajibkan itu kepada para siswanya.

Sebab, kata dia, dalam Permendiknas sendiri jelas disebutkan bahwa tidak diperbolehkan bagi sekolah untuk melakukan pungutan, karena dalam penganggaran PPDB telah inklut dalam dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

“Betapa beratnya beban orang tua siswa, di saat anaknya masuk sekolah mereka juga harus membeli buku untuk anaknya, kemudian harus dibebankan lagi dengan modus para kepala sekolah dalam PPDB,” tutup Irwan.

Di kesempatan yang sama, Gubernur Sulteng, Longki Djanggola menekankan kepada para pejabat di lingkup pemerintahan setempat agar menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat yang masuk, guna perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik.

Workshop kemarin dihadiri Wakil Ketua ORI, Lely Pelitasari dan Pejabat Staf Kepresidenan selaku pemateri dengan peserta para kepala OPD di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng dan dan Wakil Ketua Ombudsman RI.

Terkait pengaduan masyarakat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Republik Indonesia Perwakilan Sulteng juga mencatat institusi kepolisian dan pemerintah daerah yang mendominasi pengaduan atau menjadi pihak yang paling sering diadukan dalam dugaan kasus pelanggaran hak asasi manusia pada 2017-2018.

Data Komnas-HAM Perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng) mencatat selama Januari sampai dengan Desember 2017 telah menerima pengaduan sebanyak 34 kasus. Dari 34 kasus yang diadukan atau dilaporkan, institusi kepolisian yang paling banyak yakni sebanyak 18 kasus, pemerintah daerah delapan kasus, korporasi tujuh kasus, kejaksaan dua kasus, lembaga pendidikan satu kasus, TNI satu kasus, dan individu satu kasus.

Sementara pada Januari sampai dengan Desember 2018, bagian pengaduan Komnas HAM Sulteng telah menerima pengaduan sebanyak 36 berkas kasus.

Dari 36 berkas kasus itu, lagi-lagi kepolisian yang paling banyak diadukan sebanyak 18 kasus, kemudian pemerintah daerah 11 kasus, korporasi empat kasus, lembaga pendidikan tiga kasus, BUMN/BUMD satu kasus, adhoc (Pansel anggota KPU) satu kasus, dan individu satu kasus.

Sementara pada 2019, Komnas HAM Sulteng telah menerima laporan/pengaduan sebanyak 17 kasus.

Dengan demikian, total laporan/pengaduan kasus yang masuk ke Komnas HAM Sulteng sejak 2017 hingga 2019 sebanyak 87 kasus,” kata Ketua Komnas HAM Sulteng, Dedy Askari. (FALDI/RIFAY/ANT)