Mahasiswa Pascasarjana Untad Temukan Hubungan Cemaran Merkuri dengan Keanekaragaman Arthropoda

oleh -
Promovendus Pascasarjana Universitas Tadulako, Program Studi Doktoral Ilmu-Ilmu Pertanian, Hasriyanty, dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor Pascasarjana Untad, Jumat (5/4) di Kampus Pascasarjana Untad. (FOTO: IST)

PALU – Pencemaran merkuri di Tambang Emas Poboya, Palu, Sulawesi Tengah, dipastikan terjadi melalui indikator keanekaragaman organisme arthropoda tanah dan air. Simpulannya, semakin tinggi kadar cemaran merkuri pada tanah dan air maka keanekaragaman arthropoda semakin rendah. Di beberapa titik, pencemaran merkuri telah melebihi batas ambang.

Demikian disampaikan promovendus Pascasarjana Universitas Tadulako, Program Studi Doktoral Ilmu-Ilmu Pertanian, Hasriyanty, dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor Pascasarjana Untad, Jumat (5/4) di Kampus Pascasarjana Untad. Ujian terbuka ini dipimpin Wakil Direktur Keuangan Pascasarjana Untad, Prof Rusdi.

Ujian juga dihadiri Penguji Luar dari Jurusan Hama Penyakit, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Prof Itji Diana Daud. Penguji lainnya Dr Uswah Hasanah dan Dr Muhardi sebagai penguji anggota. Juga tentu hadir promotor Prof Alam Anshary serta Prof Shahabuddin dan Dr Moh Yunus sebagai co-promotor.

Pelaksanaan Ujian Terbuka Promosi Doktor ini berjalan lancar selama dua jam lebih. Hasilnya para penguji menyatakan promovendus lulus dengan predikat sangat memuaskan dengan Indeks Prestasi Komulatif 3,97.

Dalam penelitiannya, Hasriyanty memilih lima lokasi tromol dan lokasi yang berada di sekitar tambang emas Poboya serta di Sungai Pondo sungai yang membelah Poboya dan bermuara di Teluk Palu. “Hasilnya, kami menemukan tiga spesies arthropoda tanah yang berperan sebagai bioindikator dengan kategori sensitive terhadap cemaran merkuri,” ungkap Hasriyanty.

Tiga spesies tersebut yakni dari kelompok semut Monomorium sp.2, dan Tapinoma sp. Serta Chelisoches sp. Dan 3 spesies serangga air sebagai bioindikator kualitas air yakni Allocarp sp, Hydropsy sp.1 dan Hydropsy sp.2.

“Selain itu, kami juga menemukan bahwa merkuri merupakan bahan yang bersifat sebagai racun akut yang dapat membunuh organisme dengan cepat meski dengan dosis yang sangat kecil,” simpul Hasriyanty.

Sebagai rekomendasi, Hasriyanty menyarankan, adanya penghentian  penggunaan merkuri dalam operasi pertambangan. Saran lainnya, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang analisis kandungan merkuri dalam tubuh arthropoda tanah maupun arthropoda air sehingga menjadi informasi penting yang melengkapi hasil penelitian ini. (RIFAY)