Korupsi Dana Desa, Penjabat Kades dan Sekdes Divonis Berbeda

oleh -
Kepala Desa Santigi Bahmid Nawir dan Sekretaris Desa Mukmal. (FOTO: MAL/IKRAM)

PALU –  Majelis Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) PN Palu menjatuhkan vonis berbeda kepada dua terdakwa kasus dugaan korupsi penyalahgunaan alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) Santigi, Kecamatan Tolitoli Utara, kabupaten Tolitoli tahun 2017 lalu.

Dua terdakwa itu yaki penjabat kepala Desa Santigi Bahmid Nawir selaku penanggung jawab pelaksana pengelolaan teknis keuangan desa (PPTKD) dan Sekretaris Desa Mukmal  selaku koordinator PTPKD.

Bahmid Nawir divonis pidana penjara 1 tahun 10 bulan dan membayar denda Rp50 juta, subsidair 1 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp97,6 juta subsidair 3 bulan penjara.

Sementara Mukmal divonis pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan, membayar denda Rp50 juta, subsidair 2 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp24 juta dengan subsidair 2 bulan penjara.

Vonis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mugyadi, yang menuntut pidana penjara masing-masing 2 tahun kepada Bahmid Nawir dan pidana penjara 1 tahun 10 bulan kepada Mukmal.

“Keduanya terbukti bersalah melanggar pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang  Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. pasal 55 Ayat (1) ke  1 KUHP,” demikian amar putusan dibacakan pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis hakim Ernawati Anwar, di Pengadilan Tipikor, PN Palu, Kamis (26/7).

Ernawati Anwar mengatakan, terhadap pengelolan ADD dan DD yang merugikan negara Rp121 juta tersebut, diperoleh dari pelaksanaan kegiatan yang dilengkapi dengan kwitansi dan nota belanja fiktif yang dilampirkan dalam LPJ.

Usai membacakan putusanya Erawati Anwar memberikan kesempatan waktu 7 hari kepada terdakwa dan JPU untuk menyatakan sikap menerima atau mengajukan upaya hukum lain. (IKRAM)

Tentang Penulis: Fauzi Lamboka

Gambar Gravatar
Profesi sebagai jurnalis harus siap mewakafkan diri untuk kepentingan publik. Menulis merupakan kebiasaan yang terus diasah. Namun, menulis bukan sekadar memindahkan ucapan lisan ke bentuk tulisan. Tetapi lebih dari itu, mengabungkan logika (akal), hati (perasaan) untuk medapatkan rasa, yang bisa diingat kembali di hari esok.